Nasehat Sang Tukang Parkir !!!
Setelah membaca tulisan
ini sadarilah bahwa kesederhanaan pada zaman sekarang ini susah ditemukan. Hari
ini, aku bersyukur dan sama sekali tidak menyesal karena tidak masuk les. Entah
takdir Tuhan atau bagaimana, aku dipertemukan dengan seorang tukang parkir yang
dengan kesederhanaannya membuka pikiranku lebih luas. Dia adalah Pria setengah
baya yang kira-kira berumur 50 tahun. Kulitnya hitam gosong dan bau matahari,
pengelihatannya tidak begitu baik. Matanya tampak sekali juling. Namun dibalik
itu semua, aku yakin dia adalah seorang bapak yang bertanggung jawab, dan
sangat menyayangi keluarganya. Dan lagi-lagi, aku begitu terlena dengan
kata-katanya yang begitu bijak dengan susunan kata yang apik. Siapapun yang
mendengarnya pasti akan tergugah hatinya.
Siang terik itu, aku dan salah
seorang temanku agung berniat untuk beristirahat sebentar didepan sebuah
puskesmas di daerah padang bulan. Tak lama dia datang. Awalnya aku mengira beliau
kurang waras, karna bertanya hal yang sebenarnya tidak penting untuk
ditanyakan. Ya, mungkin maksud dia baik, atau sekedar menegur kami yang dia
kira sedang pacaran. Tapi itu sama sekali tidak benar, nyatanya kami sudah
hampir 3 tahun berteman dengan baik. Walaupun kami baru pertama kali berjumpa
dengan beliau, namun sepertinya ia tidak enggan untuk saling berbagi cerita dan
memberikan wejangan-wejangannya untuk kami. Ya, menurut ceritanya-kakak, dan
adiknya berprofesi sebagai polisi. Sedangkan dia hanyalah sebatang orang yang
hidup gembel, dan mengais rupiah dengan menjadi tukang parkir. Kedua anaknya
disekolahkannya tinggi, agar tak menjadi seperti dirinya. Aku pikir, dia tak
sehina itu. Aku justru bangga padanya yang tidak pernah malu, walaupun hanya
dia yang dianggap paling miskin dikeluarganya. Namun dia bekerja dengan jerih
payahnya demi halalnya rezeki yang
diperolehnya. Bekerja sebagai tukang parkir harus bisa melawan terik matahari
juga. Bahkan dia juga bersedia tidak dibayar. Namun setega itukah orang-orang
bermobil?? Ya, terkadang untuk menyisihkan seribu rupiah saja terasa berat.
Padahal kita tidak akan menjadi miskin setelah beramal. Beliau juga merasa
ketidak adilan yang terjadi di Indonesia. Ya, tentang pendidikan. Dana bos
nyatanya tidak terlalu berdampak untuk mengurangi tanggungan. Biaya uang buku
nyatanya memang harus ditanggung sendiri, belum lagi uang ini dan itu yang
tentunya tidak sesuai dengan pemasukannya. Untuk masuk ke Universitas, atau
setidaknya sekolah negeri dibutuhkan uang untuk sogokan. Dan hal itu tentunya
hanya bisa dilakukan kalangan berduit saja. Ya, akupun setuju dengan
pendapat-pendapatnya. Bagi dia, sistem pendidikan saat ini sudah tidak ada yang
murni, semua harus mengandalkan duit, bukan otak dan potensi. Sebagian besar
manusia di Indonesia sudah dikendalikan olrh uang. Nyatanya beasiswa untuk
orang tak mampu pun kurang jelas keberadaannya. Untuk mendapatkan beasiswa
harus melalui tahapan yang berkelok-kelok dan belum tentu dapat. Akan seperti inikah
terus Indonesia?? Disini kesederhanaan yang dibutuhkan bukan jabatan yang
nantinya tak pernah akan kau bawa mati. Dari pertemuan hari ini aku akan lebih
menghargai waktu, dan menghargai uang. Aku bisa merasakan bagaimana sayangnya
ayahku denganku. Dia yang berusaha keras memenuhi kebutuhan keluarganya, ayahku
tetap sabar walau terkadang aku komplain dengan ketidak puasanku. Namun apapun
yang ayah berikan untuk anak-anaknya adalah yang terbaik. Pada intinya,
kesederhanaan seperti beliaulah yang akan lebih dihargai. Termasuk aku, yang
begitu mendalami kata-kata dan nasehatnya. Salam Hormatku untuk Sang Tukang
Parkir Bapak Susanto.
Very nice story,keep on writing dy......!!!@@@ ^_^
BalasHapusMaaci bang fahri :)
BalasHapus