Lock And Key !!!



“Sejak kapan ??” Pertanyaan itu yang terkadang mengganggu telinga, dan menggoyahkan batinku. Entah sejak kapan aku menyukai hujan, menyukai keheningan, menyukai musik jazz, atau menyukai mu. Yang kutahu, selama bersamamu, aku merasakan keadaan yang sangat nyaman, merasakan kehangatan seorang sahabat, kakak, dan ayah. Tapi apa kamu tahu, dangkalnya tatapanku berbanding terbalik dengan dalamnya perasaan yang menyesakkan itu. Terlalu sulit menyembunyikan perasaan itu, namun sekuat apapun aku ingin menunjukan perasaan itu, kamu tetap saja tidak menyadarinya.
Aku adalah pisces yang liar. Terlalu banyak artikel zodiak yang menyatakan bahwa pisces adalah peselingkuh ulung. Ya, aku menyadari hal itu. Begitu jugalah aku. Terlalu liar dalam urusan cinta. Aku mengibaratkan diri menjadi seorang gembok yang sedang mencari kuncinya. Selama belum menemukan kunci yang pas untuk membukanya, aku akan mencari terus, tak peduli seberapa jauh perjalanan itu. Walaupun pada akhirnya kunci yang kucari itu ada disisihku saat ini.
Aku yakin, beberapa orang disekitarku akan menganggap aku adalah player yang malang. Terlalu dekat, dan membuat kontroversi. Tapi siapa sangka kalau, didalam hati masih hampa. Aku pertama kali meraskan hal yang sulit dijelaskan. Apa aku bahagia? Tentu saja. Apa aku terluka? Sudah pasti, bahkan sangat-sangat terluka. Dia bukanlah tipe ideal, bahkan sangat bertolak belakang, dia tidak suka hal-hal yang ekstrim, dia tidak suka petualangan, dia bukan traveller fanatik, dia bukan penyuka jazz, dia bukan penyuka kisah romantis, dia bukan pemimpi, dia bukan si ambisius, dan dia bukan maniak bola. Tapi, dia bisa begitu memahamiku. Dia tidak mengerti perempuan, walaupun dekat dengan segala jenis perempuan. Dia adalah orang yang banyak bercerita, dan aku yang bisa setia mendengar celoteh-celotehnya. Terlalu susah mendiskripsikannya, yang jelas aku menyukainya. Terkadang aku jijik melihatnya terlalu too much. Terkadang aku kasian melihatnya terlalu banyak pikiran. Bahkan terkadang aku malas melihatnya menjadi seorang pemarah.
Aku tidak tahu bagaimana dia, karna dia terlalu sulit untuk ditebak. Dia terlalu pandai menutupi apa yang dirasakannya. Aku hidup bersama rohku selama 18 tahun, waktu yang cukup untuk memahami diri sendiri. Tanpa sebab, aku yakin bahwa dia adalah kunci yang kucari selama ini. Walaupun pada akhirnya keyakinan itu salah, mungkin aku akan tertawa kecil untuk merayakannya. Dan kalau terbukti iya, aku akan menitihkan butiran air mata sebagai tanda penghormatan dan kebahagiaan. Kunci dan gembok itu seperti soulmate. Yang tidak bisa hidup, jika tidak saling melengkapi. Apabila bertemu, akan selamanya melekat hingga berkarat.
            Dia itu pengkritik, pengganggu, dan pengejek yang ulung. Saat menemukan setitik kesalahan akan terus mengkritik dengan ejekannya yang membuat kesal. Yang kritikannya akan membuat rindu suatu saat nanti. Dia itu pengobat sekaligus racun. Aku melihatnya dari kejauhan, tampat samar-samar, namun aku yakin itu dia. Dan aku tersenyum. Esoknya, saat sosoknya tak muncul, aku terus menunggu ditempat itu lagi, menerawang keseluruh penjuru arah, dan tak menemukannya. Dan akupun berjalan gontai dengan perasaan yang tidak enak. Aku tidak mengerti, bagaimana bisa dua orang yang sangat berbeda bisa merasakan hal yang sama disaat yang sama, meskipun dalam jarak yang berbeda. Aku bisa merasakan apa yang dirasakannya. Bahkan saat dia sakit, atau saat dia terancam dibawah hujan. Resah dan sakit juga yang kurasakan. Aku tidak pernah tau, apa dia merasakannya juga atau tidak. Aku terlalu acuh akan hal itu.
            Dia itu orang yang mudah kasihan, dia itu pemerhati yang baik, dan dia juga orang yang suka melarang. Berdialog dengannya, adalah keasikan tersendiri. Semacam gaung yang bersahut sahutan. Kalau membicarakan suatu hal, dia mudah mengerti, dan bermain teka-teki dengannya menjadi menyenangkan. Tidak membosankan dan aku juga tidak perlu menjelaskan banyak hal, karna dia begitu memahami. Namun harus sampai kapan hanya mengagumi?? Yah seperti itu tadi, aku tidak ingin hidup dengannya, namun aku juga tidak bisa hidup tanpanya.

-Dyah Retno Fitriani-

Komentar

Postingan Populer