JOGJALICIOUS : Kedatangan
Senja telah tiada meninggalkan kebiusuan di langit yang begitu gelap. Begitu pula dengan kota Medan yang debunya selalu menjadi bedak alami pembalut tubuh yang kian lelah. Masih terbayang-bayang tangisan kedua adikku yang tak rela melepaskanku pergi mencari impian. Hanya bisa memandang langit malam bertaburkan lampu-lampu kelap-kelip. JOGJA!!! Disinilah perjuangan harus dimulai. Rasanya imposible, pagi hidup di Medan, dan sekarang sudah di Jogja. Pertama kali menginjakkan kaki di kota ini sudah disambut oleh dentuman suara gamelan yang dimainkan serasi, memecahkan kerinduanku kepada kota ini, dan menyesakkan dada karna harus jauh dengan adik-adikku.
Perjalanan dari bandara ke rumah simbok nggak begitu jauh. Hanya memerlukan waktu 20 menit. Jalanan lancar jaya tanpa macet. Kota ini masih seram, dan cenderung gelap. Yang pasti, suara medhok jawa sudah bergaung-gaung dalam telinga. Dan kata 'INGGIH' ini sepertinya menjadi kata favorit bagi orang jogja sendiri. Disini tidak ada angkutan umum yang melintas. Hanya ada puluhan sepeda motor, becak, andong, taxi dan beberapa bus yang berlalu lalang. Yang jelas, orang yang pertama datang ke kota ini akan terkagum dengan setiap lipatan yang ada.
Yang ku perhatikan dengan jelas, disini banyak bangunan tua peninggalan Belanda. Banyak lukisan-lukisan karikatur ditembok-tembok jalan, banyak pedagang kaki lima yang menjajakan nasi kucing, atau wedhang jahe dimalam hari. Kota ini ibaratnya SEOUL-nya Indonesia. Jalanan bersih, lalu lintas teratur, dan dituntut untuk kuat jalan, selain itu zebra cross benar-benar dipakai dengan baik oleh masyarakat jogja.
Aku sampai sekitar pukul setengah 8 malam, tanggal 5 Juli 2012. Di lapangan tak jauh dari rumah simbok, Cindy, om San, bulek Wiwik sudah menunggu. Yang jelas bawaan saat itu berat karena bawa titipan orang. Dan yang jelas, aku bertanya-tanya akankah betah tinggal dikota ini ???
Komentar
Posting Komentar