Titik Kecil
Ini bukanlah persoalan kita yang
berbeda, dan pertengkaran di pagi buta, kemudian menyelesaikannya diujung senja
hingga akhir malam dengan berdiam diri dengan suara tangisan yang mulai
menyeruak, diiringi dengan kebohongan-kebohongan yang mulai terungkap. Ya,
kursi bambu di ujung tempat itu yang tahu persis masalah-masalah bodoh kita.
Bukan karena keegoisanku, dan keegoisanmu juga.
Kau mengerti betul bagaimana aku.
Lalu beberapa tahun yang akan datang, kau akan mengatakan diujung telepon “aku
merindukanmu”. Ini hanyalah soal ruang dan waktu. Tapi seperti itulah sejarah.
Lalu aku akan mengatakan, “Apa kau ingat roda-roda sepeda kita berputar
mengelilingi jalan untuk melihat senja? Ingat dengan sawah-sawah itu?” dan
diujung telepon juga kita akan menangis. Hanya saja saat ini aku menikmati
kebersamaan yang tidak akan terulang kembali. Ya, aku menikmati makan sepiring
berdua, saat uang di dompet bahkan tidak mau berkompromi. Aku menikmati saat
bermain badminton dilapangan kecil itu, bahkan suara adzan yang menggema, dan
langit yang mulai petang menjadi saksi bisu kebodohan kita. Kemudian kita akan
tertawa gembira, dan kau tahu betul kalau aku akan bernafas dengan cepatnya
seperti orang akan mati. Lalu hujanpun datang, dan kita menari-nari
diantaranya. Kita suka hujan, dan hujan juga menyukai kita. Dibawah hujan, aku
mengatakan “ayo sholat”, dan kitapun berjalan tergopoh-gopoh seperti anak kecil
yang mencari induknya. Setelah itu kita akan sibuk dengan tugas masing-masing.
Aku menikmati saat melihat kau marah ketika aku benar-benar jail. Aku juga
menikmati bagaimana kau kentut, kemudian aku akan ngoceh-ngoceh tidak jelas dan
kau hanya tertawa bahagia. Aku menikmati saat ditengah malam kita akan
kelaparan, dan berjalan menyusuri jalan mencari makan. Aku menikmati saat
menemanimu bermain dengan seonggok tanah dan butsir-butsir mu itu. Kemudian kau
akan terlelap di sudut bangunan tua itu bersama tanah dan ikan-ikanmu. Aku tahu kau akan merindukan aku yang selalu
cerewet, dan menceritakan hal-hal yang tidak akan pernah lucu bagimu. Atau kau
akan merindukan aku yang selalu saja minta dibelikan sebungkus lolipop, atau
sekotak coklat, dan mie aceh. Ya, pasti kau akan mengingatnya. Lalu aku juga
akan mengingat dan menangis diujung telepon lalu mengatakan lirih, aku
merindukan nasehatmu yang panjang seperti khotbah sholat Jum’at itu. Aku juga
mengingat saat kau yang selalu datang dengan muka cemas saat aku katakan aku
sakit. Atau aku akan merindukan saat kau membelai lembut kepalaku, yang
seakan-akan aku bayangkan aku adalah seekor anjing lucu, yang disayang oleh
pemiliknya. Kemudian diakhir pembicaraan kau akan mengatakan “Cepat pulang”
Apa salah jika terkadang aku
teringat dengan masa laluku? Itu hanyalah peristiwa di masa yang silam, yang
tidak bisa dilupakan. Hanya saja itu terekam dengan baik di memori otakku. Toh peristiwa itu tidak akan
terulang kembali. Lalu bagaimana dengan secangkir Cappucino dan seporsi
pancake. Ya, masih kelihatan lezat. Namun sudah tidak jamannya lagi. Aku hanya
mau secangkir teh hangat dan seporsi nasi belut di warung kecil itu. Kemudian,
akan terdengar suara kita saling bercerita, dan kikikan kecil. Atau saat sedang
bertengkar kita hanya diam saja, dan sibuk dengan pikiran masing-masing.
Apa kau tahu, ini bukan hanya
persoalan mikro, tapi ini sudahlah menjadi persoalan yang makro. Beberapa jam
yang lalu aku melihat tulisanmu yang mengatakan “Apa pedulimu?”, aku kenal
betul dengan tulisan itu. Kau hanya mengulang apa yang kemarin aku katakan.
Sakit bukan rasanya. Tapi kau juga harus menyadari bahwa saat kau mengenal
dunia luar, kau akan merasakan rasa sakit yang lebih dari itu. Biarkan saja
orang mengatakan kita hina, atau meremehkan kita. Aku mau kita berbuat hal yang
salah terlebih dahulu. Kita mulai dari TITIK KECIL. Kau tahu, bahwa dunia butuh
orang-orang berani? Lalu kenapa kau hanya berdiam diri, bahkan saat roda-roda
sepedaku sudah berputar mengelilingi nol koma sekian persen dari wilayah di
bumi. Jika kau tidak berani, aku yang akan maju duluan, walaupun aku menyadari
betul ilmuku belumlah seluas ilmumu. Lalu jika kau akan maju bersamaku, aku
yang akan berada disampingmu menjadi penyemangat yang akan selalu memegang erat
tanganmu. Berfikirlah liar. Tidak ada yang salah dengan itu semua.
Ini bukanlah persoalan fisika, atau
matematika yang membahas logaritma atau integral yang membuat kepalaku pusing.
Ini persoalan hidup. Ya, tidak usah aku jelaskan. Karena aku tahu ilmu mu
tentang hidup lebih banyak daripada aku.
Suatu hari dimasa yang akan datang.
Saat kau benar-benar merindukan ku, carilah kaktus diujung senja atau ditengah
purnama, maka aku ada dibaliknya. Lalu aku juga akan mencarimu di ujung
aquarium dan menggorengnya. Jangan salahkan kenapa sendal jepit itu pergi,
salahkan kenapa kau tidak mencegahnya. Dan aku juga tahu bahwa donat bukanlah
mamalia. Lalu bagimana dengan secangkir coklat panas dan ayam bakar itu? Aku
hanya akan menemuimu di warung usang itu.
-Im Indonesian-
Komentar
Posting Komentar