Past, Present, Future
"Kita Bisa Berencana, Tapi Kita Tidak Bisa Melawan Takdir"
Ruangan sudah
dipadati oleh manusia-manusia rajin, yang sepagi itu sudah siap menerima
tugas-tugas seabrek yang bakal buat nyeri pinggang. Ruangan yang dingin karena
AC yang masih anget-angetnya karena baru dipasang, membuat suasana kelas lebih
nyaman. Aku mondar-manir membawa potongan botol air mineral dari kelas ke
wastafel yang memang jaraknya dekat, untuk mengambil air yang akan digunakan
untuk mencampur cat. Ruangan itu lebih memojok dari ruangan lain. Lorongnya
remang-remang terkadang seperti lorong yang ada di film-film hantu. Disitulah
aku sering melihat sosok itu muncul. Tingginya hanya sekitar 160 cm, tidak
begitu tinggi, badannya kurus, dengan rambut sedikit panjang, dan selalu berjalan
menunduk. Sosok itu jalan perlahan menyusuri lorong remang-remang itu dengan
daya yang hanya 5 watt, seperti tidak ada semangatnya sama sekali. Frontal aku
menyapanya “Mas kok datang nya telat e?”, dengan bahasa yang agak
dimedok-medokkan. “Iya” jawabnya singkat. Aku pada saat itu, tidak pernah
mengerti kenapa ada manusia yang berbadan jerangkong ini bisa hidup. Tidak
punya semangat, bahkan untuk tertawa pun enggan. Di kelas biasanya selalu
datang terlambat, duduk, dan termenung. Gaya duduknya juga aneh. Bukan pantat
yang dia lekatkan di kursi, tapi kakinya. Dia selalu jongkok diatas kursi.
***
Pertengahan 2012 cerita yang ada
di Jogja baru akan segera dimulai. Kepergianku dan keputusan pindah ke Jogja
pada saat itu adalah keputusan terbaik. Walaupun penderitaan memang tiada
akhir. Rasa rindu yang menyeruak, menekan batin sudah menjadi makanan
sehari-hari, akibat dari sikap setia pada orang yang salah. Hari ini aku
menyadari bahwa, apa yang kita inginkan bukanlah apa yang kita butuhkan.
Kembali ke masa lalu, cerita tentang cinta pertama itu, dia hanya sekedar teman
yang seharusnya aku anggap biasa saja tapi tidak biasa pada kenyataanya. Ya,
namanya juga orang jatuh cinta. Seperti kata semar “pekerjaan paling sia-sia di
muka bumi ini adalah menasehati orang yang JATUH CINTA”, begitu pula dengan
menasehatiku kala itu. Nasehat hanyalah omongan yang aku iyakan, lima menit
kemudian omongan itu hanya akan kabur seperti angin yang berlalu. Dan apa yang
aku rasakan sekarang jauh lebih baik, bahkan sudah normal seperti biasa saja.
Tapi belum tentu kalau bertemu dan bernostalgia lagi. Haha. Semudah itu cinta
pertama dilupakan. Padahal pembelajaran mengenai kehidupan baru saja akan
dimulai. Ternyata rasa setia, bahagia, dan sakit yang dialamin hanyalah
pembelajaran untuk naik ke level berikutnya yang justru lebih membingungkan.
Perkenalanku dengan sosok itu
memang menjadi daya tarik dan misteri tersendiri. Dia yang begitu pendiam,
membuatku menjadi semakin penasaran. Terebih-lebih secara tidak sengaja aku
mendengar mengenai cerita masa lalunya dari teman-teman yang lain, yang semakin
membuatku harus mengnalnya lebih dalam. Semenjak itu, aku sering iba, karena
latar belakang kehidupan, dan keluarganya. Katanya dia berasal dari keluarga
broken home, dan setahun sebelum dia masuk universitas, wanita yang konon
menjadi pacarnya meninggal. Saat itulah aku tahu kenapa dia terlihat murung dan
tidak ada semangat. Dari semester pertama aku selalu mendapat kelas yang sama,
walaupun aku dan dia tidak begitu akrab. Diam-diam aku sering memperhatikannya.
Dan mendadak menjadikannya dia sebagai idola, dan aku fans fanatiknya.
***
Terlepas dari manusia jerangkong
tadi. Pada tahun 2010, aku pernah pacaran dengan seseorang yang berasal dari
sekolah yang berbeda. Kejadian mengapa aku bisa mengenalnya juga panjang, dan
gak terlalu menarik untuk dibahas. Dia pacar pertamaku, tapi aku tidak pernah
menyukainya. Dibalik itu, dia orang yang sangat perhatian, namun ku sia-siakan
karna cinta pertama. Hingga saat ini, kami masih berteman baik. Dan kabarnya
dia akan segera melangsungkan pernikahan.
***
Desember 2012, di dalam sebuah
kegiatan kampung seni rupa yang ada di kampus aku mengenal seorang senior yang
tidak begitu menarik untuk dipandang. Pagi itu, aku tertarik untuk mengikuti
kelas keramik, dan tekstil. Di kelas tekstil diajari bagaimana caranya membuat
batik jumputan, namun aku tidak begitu tertarik. Ditengah-tengah kelas tekstil
yang menurutku biasa saja, aku kemudian menilik kelas keramik yang sepertinya
lebih asik. Maklum mahasiswa baru, pengen mendalami karakter dan cari referensi
untuk disetiap jurusan. Dalam kelas keramik pada waktu itu ada 3 pengajar
senior, dua laki-laki dan satu perempuan. Yang diajarkan dalam kelas keramik
saat itu adalah teknik dasar, pilin. Dimana diteknik ini kami diajari untuk
membuat cacing dari tanah liat. Sebelumnya aku memang belum pernah membuat
keramik, namun aku tahu sedikit tentang prosesnya karena sewaktu kecil pernah
melihat proses pembuatan genteng di kampung halaman bapakku. Proses belajar
teknik pilin, yang terlihat mudah itu ternyata susah. Hingga akhirnya salah
seorang senior yang melihatku frustasi, mendatangiku unuk mengajari lebih private,
hingga akhirnya aku bisa melakukannya. Haha i did it. Karya pertamaku saat itu
adalah membuat asbak rokok, dan boneka salju sederhana. Usai asbak yang kubuat
jadi, aku memberikannya pada senior yang telah mengajariku. Dengan polosnya aku
bilang “Mas, ini asbak untuk kamu aja, kamu ngerokok kan? Sama ini mas ada
boneka salju selamat natal ya”, “Oh iya, makasih ya. Besok aku bakarin eh karya
mu” jawabnya ramah. Hingga akhirnya aku tahu, kata-katanya hanya omo belaka.
Haha. Pertemuanku dengannya berakhir brgitu saja tanpa aku harus mengetahui
siapa namanya, bahkan aku juga sudah lupa dengan wajahnya.
***
Januari 2013, open call pameran dengan judul NGGRESULO
dibuka. Salah seorang temanku yang antusias memberiku informasi ini. Dan
akhirnya dengan segala kemantapan, aku juga tertarik untuk megikuti pameran
ini. Dan karya pertama ku adalah lukisan dengan tema koin untuk koruptor.
Perbincanganku dengan temanku kala itu menanyakan dimana aku harus mengambil
formulir, dan dia akhirnya memberikanku nomor senior. Aku mengubungi nomor itu,
dan meminta formulir. Mas-mas formulir itu, menjawab kalau formulir bisa
diambil dan masnya nunggu di kantin kriya. Padahal aku yang anak kriya juga gak
tahu kantinnya dimana. Terus aku jawab sama masnya lewat sms “Mas akutuh gak
tau kantin kriya dimana, aku ambilnya di parkiran aja mas”. Sesampainya di
kriya dia menghampiri dengan membawa secarik kertas, dan memberikannya
kepadaku. Yang yang tergopoh-gopoh membawa spanram karena angin sangat kencang
waktu itu, kemudian melakukan beberapa dialog dengannya perihal pameran.
Mungkin karena sibuk, masnya kemudian mengluarkan motor yang aku duga miliknya,
tapi ternyata minjem. Salah seorang karyawan mengajukan beberapa pertanyaan
padanya, dan mereka sibuk berdialog. Tanpa disadarinya aku sudah duduk diatas
motornya, dan dia terheran “Ngopo meneh iki bocah”, dengan polosnya aku jawab
“Lah mas nya mau kemana, mbok aku nebeng mau kekosanku, Cuma deket disitu kok”.
Mungkin dengan terpaksa dia mengantarkan ku ke gang menuju kosku.
Sesampainya di kos dengan sigap
aku langsung eksekusi membuat karya yang menurutku sekarang karya itu terlihat
norak. Malam itu aku melukis dengan memanfaatkan tisu, koin, dan juga uang
kertas. Masih bercerita tentang mas formulir, aku mengajukan beberapa
pertanyaan lewat sms, dan dengan cepat pula ia membalasnya. “Mas, ini besok
dianterin kemana karyanya kalo udah jadi?”, “Dianter ke BEM Fakultas aja
langsung” jawabnya. “Lah aku gak tau BEM Fakultas dimana, mbok anterin
ngumpulnya mas”, lalu dia menjawab “Lah aku ini lagi diperjalanan mau ke Jepara
e” dan seterusnya hingga jam 2 malam. Dan aku baru sadar bahwa mas formulir
inilah yang mengajariku teknik pilin waktu itu. Oh shit, aku selalu saja tidak
bisa mengingat orang. Keesokannya setelah karya berhasil dikumpul dengan
bantuan mbak jeff, aku memberikan laporan kepada mas formulir kalo karya udah
berhasil aku setorkan ke BEM. Maka berakhirlah urusanku dengannya.
Tapi ternyata tidak semudah itu,
mungkin mas formulir terlalu baper. Di sore menjelang malam yang panas dengan
suasana kosan yang masih berantakan dengan sisa-sisa sampah tugas, handphone
Nokia C-01 warna merah, abu-abu berdering. Ternyata dari mas formulir. Hamina haminia.
Aku buka dan baca “Kok kamu gak SMS lagi, aku nungguin kamu SMS lho”. aku
merasakan seperti ada yang menusuk hingga ke pulung hati. What the fuck? Gumanku,
ini orang ngapa juga nungguin. Sekitar setengah jam kemudian baru ku balas setelah
berfikir untuk tidak udah dibalas, karena gak terlalu penting tapi dilain sisi
juga berfikir ya masak gitu kan kemarin udah dibantuin sama mas nya, masa
sekarang bales aja sombong, dan gak enakan akhirnya dengan sangat terpaksa aku
membalasnya “He? Lah ngapa mas nungguin. Kan udah aku kumpulin karyanya, ya
berarti gada lagi dong yang mau aku tanyak” dengan kejujuran aku membalasnya,
yang mungkin menyakitkan baginya. Wkwk. And then, si masnya malah curhat
tentang cewek yang dia suka, dan ternyata itu temen deketku. Ototmatis aku
dukung dia sepenuh jiwa dan raga, dan segala upaya aku membantunya untuk deket
sama temenku dan berharap mereka jadian, menikah dan hidup bahagia selamanya
seperti kisah-kisah di negeri dongeng.
Karena aku sudah menganggapnya
seperti masku sendiri, aku gak punya pemikiran apa-apa tentang kedepannya. Aku sering
ketemu dia di kampus, dan dia sering mengajakku ke studio keramik untuk membuat
karya. Oke then 3 bulan setelah kejadian itu, di sore buta dia menyatakan
perasaanya yang menurutku itu terlalu cepat, bahkan aku belum mengenalnya. Yang
aku tahu dia menyukai temanku, tanpa sedikit rasa curiga apapun. Dan makin what
the hell? Aku gak pernah jawab, karena masih berharap pada doi yang ada di jauh
sana. Aku masih menunggunya dengan setia.
***
“Di,
ini nomer baruku” sambil sibuk membuka hapenya, dan aku tanggepi dengan luar
biasa kegirangan. Lalu dia pergi dan berlalu, tanpa aku tahu maksudnya ngasih
nomer nya untuk apa. Malam itu, ditengah kesepian yang merundung, aku melihat
layar hp yang menampilkan nomer baru manusia jerangkong tadi. Sedikit ragu
untuk sms enggak sms enggak. Paling kalo di sms gak bales. Tapi akhirnya aku
sms juga karena penasaran. Setengah jam tak kunjung dibalas, dan aku mulai
putus asa untuk menunggu, dan memutuskan untuk tidur. Setengah terlelap ternyata
dia membalasnya singkat. Dan hanya basa basi yang gak terlalu penting tapi
menyenangkan. O o ow.
Setelah semester dua berakhir,
dan memasuki bulan puasa aku pulang ke Medan. Disana juga ternyata kesepian,
kemudian iseng lagi sms mas jerangkong yang misterius itu. Dan dibals dengan
cepat gak seperti biasanya. Senang bukan kepalang. Aku tertawa haha hihi,
membaca smsnya. Waktu itu membicarakan komik. Dan ternyata dia lucu sekali. Kesannya
tentang orang yang pendiam, dan membosankan sedikit demi sedikit hilang. Dan aku
makin tertarik.
***
November 2013, didalam sebuah
event teater remaja aku dan teman-teman berkesempatan dan iseng untuk membuka
stand untuk berjualan di teater arena. kebetulan aku menjalin kerjasama dengan
manusia jerangkong secara tiba-tiba, dan makin mendekatkan kami saat itu. Karena
adanya event ini, aku sering diajak kerumahnya, dikenalkan ke orang tuanya, dan
hari-hari mengurus kesibukan juga dengannya. Ya, aku akui aku menyukainya. Waktu
itu aku ingat betul, rambutnya yang panjang tiba-tiba dipotong pendek, dan
tengah malam dia ke kosku untuk menunjukan rambut barunya. He’s nice. Katanya dia
sih, dia potong karna aku yang minta. Jadi waktu itu, aku sering bilang ”mbok
kamu itu dipotong rambutnya, jelek panjang kayak orang gila, gembel” namun dia
selalu membantah, dan diluar yang aku sangka kalo dia ternyata juga
mendengarkan omonganku.
Momen kerjasama di teater itulah
yang mendekatkan kami. Lalu bagaimana dengan mas formulir?. Aku tidak percaya
padanya masalah perasaan, karena menurut gosip yang beredar dan temen-temen
dekatku melarang untuk aku dengannya, karena dia adalah playboy kampus yang
suka deketin cewek-cewek. Temenku menjelaskannya dengan detail, hingga modus
dan korban-korbannya. Oke, i can not to trust you mr.form!. And love you
manusia jerangkong.
*Sambung dipart baru*
Komentar
Posting Komentar