Tak semuanya bisa jadi kenyataan

Mengetahui hal yang pahit tak mudah bagiku untuk langsung menerimanya. Jiwaku terus saja memberontak walaupun aku sudah berusaha tegar. Dalam beberapa waktu, aku mencoba menenangkan diri dan menasehati diri sendiri. Itu cara terampuh terakhir yang kucoba. Untuk beberapa saat hatiku kembali membaik, tapi itu tak akan bertahan lama. Beberapa jam berlalu, dan kegundahan pun datang kembali. Hanya ingin marah, menangis, teriak, dan melakukan semua kegilaan yang diluar logika.

Kesedihan itu semakin bertambah ketika aku mengingat semua perjalanan indah bersama dia yang sekarang dan seterusnya tidak akan pernah terjadi lagi. Aku memang tak pernah jujur tentang perasaan ku. Aku pikir untuk apa jujur, kalau semuanya akan membuat segalanya berubah. Dalam kondisi seperti ini teman yang akan jadi bulan-bulanan curhat adalah laptop yang selalu setia menunggu ku.

Banyak hal yang ingin ku tulis, banyk hal yang ingin kuungkapkan tapi tak bisa. Tapi, mungkin ini yang terbaik untuk semuanya. Yang ingin kulakukan hanya, melupakan hal-hal yang membuat hatiku miris. Hal ini sangat-sangat membuatku gila.

Sempat aku berfikir, beginikah keegoisan manusia?, tapi kemudian aku menyadari bahwa aku yang egois. Aku hanya mementingkan diri sendiri. Dan memang mungkin aku yang ditakdirkan untuk sendiri. Bagiku itu cukup adil mengingat penyakitku yang membuatku gak akan bertahan lama. Hal ini yang membuat aku sering merenung, menyendiri, dan membantu beberapa temanku.

Untuk hal membantu kesusahan teman, dan mempersatukan dua insan, mungkin diwariskan oleh Dia, yang udah mendahului aku. Orang yang aku jadikan sahabat, yang selalu bohong untuk kebaikan orang, yang selalu mengorbankan perasaannya seniri. Begitu juga aku. Disaat seperti ini hanya dia yang kuiingat. Aku berharap dia selalu mengawasiku, dan membantuku. Walaupun dia udah berada jauh, tapi aku tetap menyimpannya dalam hati. Itu hal yang bisa menguatkanku menjalani cobaan hidup.

Aku hanya ingin dia berjanji, dia yang akan menunggu ku didepan pintu surga. Aku gak tahu kapan Tuhan akan mengambilku, mungkin sebentar lagi. Aku dan dia dekat dengan ibu. Bagiku Ibu adalah segalanya, mungkin dia juga berfikir seperti itu. Dalam masalah ini, sebelum aku menceritakan semuanya, ibuku sudah tau apa yang terjadi. Hal yang bisa membuatku meneteskan air mata, dan dia kan memelukku, tapi saat dia bertanya, aku akan berbohong dan dia juga tahu itu.

Di surga kelak, aku hany ingin bersama dia. Sekarang dia sudah menjadi bintang di langit. Yang akan selalu tersenyum padaku. Semua yang kulakukan dan dia lakukan bukan yang terbaik buat kami, tapi kami selalu berbuat untuk kebaikan orang lain walaupun kami yang harus menadapat pahitnya hidup.

Love ***N

Komentar

Postingan Populer