CINTA DIAM DIAM



            Apa setiap orang pernah merasakan jatuh cinta ?? Jatuh cinta diam-diam??
Menyukai seseorang tanpa sepatah kata, tanpa suara. Menatapnya dari kejauhan. Atau berusaha keras menyembunyikan debar agar tidak ketahuan. Menjaga gerak-gerik, yang seakan ingin cari perhatian ketika didekatnya. Diam-diam, dan seakan merasa kalau dia juga memperhatikan, dan menyukai kita. Bahkan kita tak tahu, apakah itu nyata atau sekedar harapan saja. Yang kita ketahui, hanyalah menyukainya.
            Jatuh cinta diam-diam, seakan jatuh cinta sendirian. Bahagia saat melihatnya tersenyum, dan sangat menyakitkan saat melihatnya bersama orang lain. Dan itu cukup membuat hati seperti penuh dengan bunga mawar, yang kelihatan indah, namun sakit bila terkena durinya.
            Jatuh cinta itu sesuatu yang tiba-tiba. Tak perlu ada rencana. Aku menduga, bahwa seseorang yang jatuh cinta, bukanlah jatuh cinta. Ia hanya berusaha untuk jatuh cinta, dan menemukan alasan untuk menyukai seseorang. Kita tidak pernah berencana untuk jatuh. Kita juga tidak akan merencanakan terpeleset kulit pisang, dan jatuh ditengah jalan. Semuanya berjalan begitu saja. Begitu juga dengan jatuh cinta, seperti terpeleset. Tanpa alasan. Tanpa tahu kenapa. Ia mengintai menunggu saat yang tepat dan mungkin saat logika kita lengah.
            Aku jatuh cinta kepadanya di pinggir lapangan basket sekolah. Ditengah rintik hujan yang sepertinya enggan untuk turun deras. Rintik hujan yang jatuh, saat aku juga jatuh cinta padanya. Jatuh cinta, yang tak lebih dari satu kedipan mata. Ketika kedua bola mata kami saling menatap tak sengaja saat menunggu rintik hujan reda. Itu hanya sekian detik namun sampai hari ini aku masih bisa mengingat bagaimana kedua bola mata dibalik kacamata yang berembun itu berkilat usil dan alis mata kanannya sedikit berjengit.
            “Jangan suka ngliatin mata cowok dengan tatapan setajam itu! “, ujarnya sambil tersenyum usil. Aku tahu ini pertama kalinya, kami saling bertatapan dalam, tanpa gelak tawa seperti biasanya. Suaranya lirih, dan hanya cukup terdengar oleh kami berdua, diantara gemuruh hujan yang berisik menimpa atas seng teras sekolah kami.
            Aku hanya tersenyum dan, kembali fokus ke pembicaraan teman-teman didepan kami. “Coba kamu sering-sering senyum”, ujarnya. Membuatku menoleh dan mengerutkan kedua alisku. “Kenapa?” tanyaku penasaran. “Kamu terlihat lebih manis kalau tersenyum seperti tadi”, ia meluruskan pandangannya kedepan, menatap rintik hujan. Aku hanya bisa melihatnya heran. Lalu, larut dalam percakapan teman-teman yang lain.
            Hari itu dibalik punggung teman-temanku, aku jatuh cinta dengan teman dekatku. Namanya Gama Erlangga. Cowok berkacamata, yang hoby baca Comik, dan kekeh banget pingin jadi ilustator.
            Aku menyimpan cerita dan rasa itu rapat-rapat. Tak ada satupun teman yang tahu. Orang yang jatuh cinta diam-diam, seperti kata Raditya Dika dalam bukunya Marmut Merah Jambu (MMJ), harus bisa melanjutkan kehidupannya dalam keheningan.
            Di antara tawa kami sebagai sekelompok sahabat dekat, tiba-tiba hening itu hadir. Menyusup tanpa dikehendaki. Seperti heningnya suasana hatiku, saat merasakan jatuh cinta padanya. Berada didekatnya, kadang membuatku salah tingkah. Merasa dekat dengannya, sekaligus merasa jauh. Terkadang, ada saat dimana kami tidak berbicara sama sekali walaupun duduk bersebelahan.Saling berpunggungan tapi aku sibuk dengan pembicaraanku, dan dia dengan pembicaraannya. Terkadang ada juga saat kami berdua, membicarakan pribadi masing-masing.
***
            Pagi ini aku telah dibangunkan oleh kicauan burung yang bertengger dipucuk pohon-pohon yang seakan menyapa selamat pagi untuk dunia. Cahaya sang surya yang tembus melewati horden transparan dikamarku, seakan menyilaukan mata dan siap memaksaku untuk membuka mata. Padahal ini masih jam 7.30. Hari minggu biasanya ku peringati sebagai hari malas-malasan sedunia. Mulai dari malas bangun, mandi, belajar, dll. Hari minggu identik dengan santai, dan biasanya aku nongkrong di depan TV seharian penuh untuk sekedar menonton film kartun.
            Badanku masih tergolek malas ditempat tidur, tanganku meraba kesela-sela tempat tidur mencari Ponsel. “Haduuh, dmana sih HP ku??”, keluhku kesal, tiba-tiba terdengar bunyi sms masuk. Seketika tubuhku bangkit dengan mata yang masih terpejam, tangan meraba-raba meja untuk mengambil kacamata. Setelah memakainya, semua sudah kelihatan  lebih jelas, aku menemukan HP ku dibawah BedCover bercorak daun hijau muda.
            Tertulis 1 pesan diterima. Dengan sigapnya jari-jari mungil ini membuka dan ternyata itu dari Gama. Secepat mungkin aku membukanya.
–Windy, hari ini ada acra kemana??jln yukks J-
Aku kembali berbaring menyenderkan kepala dibantal, menarik selimut dan secepat kilat membalas sms dari Gama dengan wajah memerah.
-Aku are ni free, mw ngajak jln kmana??-
Tak perlu menunggu lama, HP kembali berdering
-Nonton yuk, ada film Final destination 5.Tdi mlm aku udh liat treilernya seru loh.mw ga??-
Dengan semangat aku kembali membalas pesannya.
-Boleh, dmana??Plaza senayan aja yaa-
Terlihat bacaan pesan terkirim, 2 menit kemudian suara deringan itu terdengar lagi.
-Okeokke ndy, kta ktemuan jam 11 yaa, smpe nanti ya ndy-
Aku membatin, kenapa dia nggak ngajak teman-teman yang lain ya, lalu kuputuskan untuk bertanya.
-Gama, kok nggak ngajak teman yang lain sihh??Jadi kita berdua aja??-
5 menit kemudian tidak ada satupun sms yang masuk. Aku berfikir dia mengajakku kencan. Tentu saja hal itu membuatku senyum-senyum malu tanpa sadar.
            Satu jam pertama, aku menghabiskan waktuku untuk berlulur. Kemudian satujam berikutnya aku, makan dan memilih baju yang cocok. Pilihanu jatuh pada baju kotak-kotak merah, yang akan kupadupadankan dengan kaos putih, dan celana jeans biru. Tepat pukul 10:30 aku siap dan segera naik angkutan umum jurusan Plaza senayan. Jam 11:15 aku sampai didepan pintu masuk dan segera mengirimi Gama pesan.
-Gama, kamu dimana?? Aku udah samapai didepan.Bls GPL-
Seperti orang bodoh aku nunggu Gama didepan Plaza, celingak-celinguk gak jelas. Aku mulai resah, karna sudah 15 menit tapi smsku belum juga dibalas.
Tiba-tiba HP ku bergetar, bacaannya Gama.E memanggil. Segera ku angkat dan menjawab kesal.
“LO dimana??Aku udah nunggu 15 menit kayak orang bodoh didepan plaza kayak nyarik anak ilang!!!”
“Ndy sorry aku nggak bisa datang, mama aku tiba-tiba kena pingsan, dan sekarang lagi di UGD” jawabnya sambil terengah-engah.
Aku yang tadinya mau marah, jadi berbalik memelas.
“Dirumah sakit mana kamu??Biar aku susul sekarang kesana” jawabku panik.
“Di rumah sakit Dr. Riyadi.” Jawabnya, sebelum akhirnya telefon terputus mungkin karena pulsanya habis.
            Nggak pakai lama, aku langsung meluncur ke rumah sakit Dr. Riyadi yang memakan waktu 15 menit. Begitu turun dari angkutan , aku lari dan nemuin Gama lagi terlihat cemas sendirian. Gama anak tunggal, papanya sudah meninggal waktu dia kelas 2 SMP, dan sekarang dia cuman sama mamanya. Jadi bagi dia, mamanya adalah segalanya.
            Buru-buru aku samperin, dan nenangin dia. Dia nampaknya shock dengan kejadian hari ini.
“Gama, kamu nggak apa-apakan??Mama kamu pasri baik-baik aja” kataku lirih.
“Iya, aku nggak papa. Aku belum siap aja, kalo mama dipanggil yang kuasa” jawabnya pelan.
“Nggak boleh gitu, kita doain aja yang terbaik untuk mama kamu”.
“iyaaa makasih ya ndy” ujarnya dengan suara rendah.
Setengah jam kemudian, salah seorang suster keluar.
“Suster, boleh saya masuk??” tanyanya semangat
“Boleh, ibu anda cuman kecapekan aja kok, dia sudah tidak apa-apa sekarang” jawab suster bijaksana.
Syukur batinku.
Kami, masuk dan melihat kondisi mama Gama, yang terlihat pucat dan lemas.
“Gama, mama nggak apa-apa kok. Kamu jangan khawatir ya” ujar mama Gama lirih.
Kemudian ia manatapku dan tersenyum.
“kamu pasti yang namanya Windy ya??” tanyanya.
“Iyaa, kok tante tahu sih, kan kita belum pernah kenal.”
“Iyaa, kemarin tante liat foto-foto kalian waktu disekolah, jadi tante tanyak yang pakai kacamata ini siapa. Tante suka liat wajah kamu yang indonesia banget, jadi gampang diinget” jelasnya.
Tiba-tiba Gama menyela dengan suaranya yang tegas.
“Mama kan lagi sakit, kok malah ngegosip sih” Katanya sambil memeriksa obat yang harus diminum mamanya.
“Mama kan cuman mau kenal sama cwe kamu ini.” Jawab mamanya membela diri.
Aku terheran-heran melihat pembicaraan mereka yang seakan-akan menyukaiku.
“Dia bukan pacar aku maa, cuman temen. Iyaaa kan ndy??”
“Haa??? Iyaa-iyaa” jawabku gelagepan.
Mamanya hanya tersenyum dan obrolan kami lenyap dirumah sakit itu.
            Pada hari ini walaupun aku kecewa karena acara kami gagal, tapi aku juga senang karena bisa lebih dekat dengan dia dan mama orang yang ku cintai diam-diam.
***
            Rabu pagi cuaca sangat cerah, dimana-mana hanya ada senyuman teman-teman yang sepertinya sedang jatuh cinta. Tapi kenyataannya takdir tak secerah langit pagi ini. Langit cerah berubah menjadi badai, manakala sang guru Matematika berhasil menembus pintu perbentengan kami. Namanya ibu Kartika, Seorang guru berumur 45 tahun, yang gendut, dengan rambut disanggul bak ibu kartini.
            Ntah apa yang dipikirkannya sehingga membuat jantung kami dag-dig-dur seakan mau pecah. Dengan suaranya yang cempreng bagaikan kaleng yang telah gepeng. Ia membuat ujian lisan tentang logaritma yang kami tak mengerti. Entah panggilan dari surga atau neraka, tiba-tiba aku mendengar nama ku disebutkan.
“Windy Rianti” katanya.
Seluruh badanku rasanya sudah membeku, begitupun hatiku. Seperti mau tak mau, dengan degupan jantung yang semakin keras aku harus maju dengan langkah ragu.
Aku memberanikan dan membulatkan tekatku, karna aku sendiri tak menguasai tentang logaritma.
“Windy, bisa tolong ibu ketikan tentang curiculum vitae ini, besok kamu bawa dengan softcopy dan hardcopy!!!” , debar jantungku serasa menciut. Huh desahku dalam hati. Aku hanya mengiyakan dan bersyukur karna lolos dari cengkraman monster betina itu. Ujian hari Rabu ini benar-benar menegangkan. Beberapa temanku mendapat sabetan rotan, yang jelas-jelas mennyentuh kulih mereka. Terlihat merah-merah dan pedih.
            Tepat pukul 10.45 terdengar suara bel menandakan pergantian jam. Kami rasa itu adalah bel dari surga yang kedatangannya kami tunggu-tunggu, begitu mendengar bel, terlihat semua teman-temanku meloyo setelah 2x45 menit harus duduk tegak, dan ngedumbel didalam hati nyumpahin yang enggak-enggak tanpa bisa berkutik. Hari Rabu yang sangat sial menurut kami.
            Setelah pergantian bel istirahat kedua, aku merasa ada yang tidak beres. Tiba-tiba kepalaku berhantam luar biasa sakitnya. Keringat-dingin, dan rasanya seperti berhalusinasi ditempat yang mengerikan. Sebuah tempat yang kuketahui adalah rumahku tapi dengan suasana yang lebih mencekam. Terlihat ada angin besar yang siap merobohkan rumah-rumah membuatku ketakutan, tanpa disadari ternyata hal tersebut membuatku berteriak seperti orang kesurupan. Membuat teman-teman takut. Setelah itu aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Sepertinya aku pingsan. Namun saat itu juga aku bermimpi. Bermimpi yang sangat indah. Didalam mimpiku, aku menghabiskan waktuku bersama idolaku Westlife. Mungkin orang yang akan mendengar cerita ini tidak akan percaya. Tapi didalam mimpiku hal itu begitu nyata. Aku bercengkrama bersama Shane Steve Filan dan Mark. Kami saat itu ditempat yang indah. Aku sepertinya tidak ingin terbangun dari mimpiku itu, hingga akhirnya terdengar suara ibuku yang kelihatan panik. Seketika aku terbangun, dan merasakan tubuhku kelelahan, dan dibasahi keringat. Aku masih tidak tahu ingin berkata apa, hanya diam dalam keramaian kerumunan teman-temanku. Siang itu aku merasakan ada dunia lain yang seketika menyusup kedalam jiwaku. Dunia halusinasi. Dunia yang indah.
***
Untuk beberapa hari aku hanya beristirahat dirumah untuk menenangkan diri. Tidak merasakan sakit. Kata Ibuku aku hanya kelelahan.
***
Seminggu kemudian, aku mendapat kabar bahwa mama Gama telah pulang dari rumah sakit. Hari ini aku berencana menjenguk mamanya. Begitu bel pulang berbunyi, kami siap meluncur ke Rumah Gama yang tidak terlalu jauh dari lokasi sekolah.
Setibanya dirumah Gama, aku lihat mamanya tengah beristirahat disebuah ranjang besar dibalut dengan seprai berwarna kuning kehijauan. Terlihat disampingnya terdapat meja yang penuh dengan botol obat, sepiring bubur dengan siraman kuah sop, dan segelas teh yang kelihatannya masih hangat.
“Assalamualaikum tante” sapaku ketika masuk kedalam kamarnya. Aku hari ini datang sendiri.
“Waalaikum salam, eh windy masuk-masuk” jawabnya dengan riang. Aku masuk duluan hingga akhirnya Gama yang mengikutiku dibelakang.
“Gimana keadaan tante, sudah baikkan??” tanyaku sok ramah sambil mencium tangannya.
“Alhamdulilah tante udah sehat kok, kamu gmana kabarnya??” katanya sambil menyuruhku duduk didekatnya. Aku merasa, mama Gama sangat menyukaiku, mungkin karena Gama anak tunggal, dan ayahnya sudah meninggal, jadi mamanya merasa kesepian.
“Baik juga kok tante” kataku singkat. Aku sempat menyuapi mamanya yang dengan lahap menyelomot bubur yang ada dimeja. Kira-kira sudah jam 4 sore, aku memutuskan untuk pulang, karna masih banyak tugas yang menunmpuk untuk besok.
“Tante, Windy pulang dulu ya”, kataku pelan.
“Kok cepet sekali udah mau pulang??” tanyanya seakan tak ingin mengijinkanku pulang.
“Iya tante, masih banyak tugas yang menumpuk untuk besok” jawabku dengan nada rendah.
Kemudian ia memanggil Gama untuk mengantarku pulang. Sore itu aku diantar Gama sampai rumah dengan motor ninjanya yang besar bak pembalap. Sejujurnya aku senang saat Gama selalu perhatian, memboncengkanku, bahkan untuk hal yang sekecil apapun.
***
            Dirumah, setelah sholat magrib, aku menjumpai ibuku yang sedang asik belajar menjahit.
“Buk, lagi ngapain??” tanyaku singkat. Bagiku ibu adalah teman sejati, dimana aku bisa bertanya, bahkan menceritakan hal-hal pribadi yang bersifat rahasia.
“lagi, belajar njahit” jawabnya dengan lirikan mata yang tajam, “Kenapa??” tanyanya kemudian.
“Buk, jatuh cinta itu gimana sih??Enak gak??menyakitkan??ciri-cirinya gimana??” ujarku cerewet. Ibu ku hanya tersenyum seakan segan untuk tertawa.
“Jatuh cinta itu rasanya seneng, rindu terus, salah tingkah kalau lagi didekatnya, dan membuat jantung berdebar-debar” jelasnya singkat, padat, dan jelas.
“Ooooh, berarti aku belum pernah jatuh cinta lah, ehh tapi pernah deng, eh nggak tahu lah” kataku nggak jelas.
“Haduuh, gimana itu?? Belum pernah, pernah tapi nggak tahu” ujar ibuku yang nampak geram.
“Tapi mungkin pernah buk, sama Gama hehe” sambil tertawa dan seakan mengejek ibuku.
Kemudian, ibu ku menceritakan tentang pengalaman sewaktu ia masih muda. Dan terus saja aku meledeknya yang akhirnya membuat ia kesal.
“Dulu, ibu sebel kali liat bapakmu, dia itu beda banget sama mantan-mantan ku yang mirip Dude harlio”, ujarnya dengan nada bicara sok gaul
“Gue tahu bu hehe” ledekku.
“Tahu dari mana??” tanyanya penasaran hingga mengerutkan dahi.
“Ya, tahu lah. Gue dulu kan merhatikan elu berdua, gue yang selalu menebarkan benih-benih cinta, walaupun nggak terlihat tapi gue yang dulu tiap hari tidur di pos ronda dengan membawa kaca pembesar bak Detective terkenal” ujarku dengan menggunakan logat alay.
“Jadi kayak mana bisa kesana??” jawab ibuku sambil tertawa kesal.
“Yaa, bisalah, gue naik mesin waktu gitu”, jawabku dengan nada mengejek.
“Tapi ntah kenapa yaa, dulu itu banyak banget orang yang ngasih tau informasi begini begitu tentang bapakmu” katanya sambil berpikir heran.
“Nggak usah heran bu, sebenarnya yang bisikin mereka untuk ngasih tahu itu...” belum sempat aku menyelesaikan pembicaraanku, ibuku udah memotong mengatakan “Kau”
Serentak kami tertawa, dan dia melempariku dengan kaos kaki bau didekatnya.
Ntah kenapa, semenjak aku semakin dekat dengannya, semakin aku bahagia, semakin aku banyak tersenyum, semakin aku sering merindukannya, semakin indah rasanya, semakin bersemangat hidupku.
***
            Malam gelap tanpa awan. Hanya ada bintang-bintang menerangi langit malam, rembulan menyinarkan pantulan cahayanya menerangi bumi, seakan menjadi saksi bisu perjalanan malam itu. Dia tiba-tiba datang kerumah. Tanpa tahu alasan yang pasti, dia hanya ingin berkunjung karena tidak mempunyai tempat tujuan. Biasanya malam minggu adalah malam yang tepat untuk berkumpul dengan sahabat. Sekedar berkumpul, becanda, membuat lelucon gila, dan menggila dan berfoto ria. Kedatangannya adalah sesuatu hal yang aku tunggu. Yang selalu membuat rindu. Dan yang selalu membuat hati menjadi berdebar. Pukul 08.00 dia datang. Dari jauh aku sudah bisa mendengar suara motor ninjanya, dari teras aku berdiri meletakkan buku yang sedang kubaca dan segera lari membuka pagar. Cahaya motornya menyorot menghalangi pandanganku.
            “Loh tumben, kamu datang kesini ma. Sama siapa??” tanyaku saat ia memarkirkan motornya di garasi rumah. “Iya, habisnya gak ada tempat tujuan. Aku sendirian.”, jawabnya sambil meletakkan helm berwarna hitam yang penuh dengan animasi kartun. “Yaaudaah, masuuk yuuk”. Malam itu dia memulai obrolan dengan ditemani 2 botol minuman soda, dan cemilan kecil.
            Pada awalnya, pembicaraan kami hanya ngalor-ngidul nggak jelas. Mulai dari masalah sekolah, cerita pengalaman sekolah waktu SD, dan SMP. Sampe menertawakan hal bodoh yang pernah kami alami. Semuanya terasa menyenangkan. Membuat bibirku tak bisa berhenti untuk tersenyum. Semakin malam pembicaraan kami semakin serius, pembicaraan tentang cinta, dia ingin mengatakan sesuatu yang mungkin sangat penting dan harus diungkapkan. Tiba-tiba debaran jantungku memuncak, suara detak jantung yang rasanya tak mau kuperdengarkan padanya ketika dia mengatakan sesuatu.
“Ndy, aku suka sama seseorang”, katanya yang membuat aku terkejut.  Tenggorokanku tercekat, debaran jantung yang terdengar seperti suara hentakan kaki serdadu tiba-tiba meluruh. Hatiku melemah, meluruh, dan merasakan sakit seperti ada goresan pisau tajam yang baru saja menyentuhnya. “Ha??siapa??” kataku dengan suara lantang, padahal didalam hatiku yang paling dalam semua sudah pecah seperti gelas yang ditembak peluru, hancur menjadi butiran-butiran kecil. “Namanya Citra, udah lama aku mengintai dia, tapi nggak berani bilangnya.”, batiku mengatakan, Gama aku sebenarnya juga suka sama kamu. “Loh kenapa nggak berani bilang??Perlu aku yang bilang??”, ujarku. “Nggak tau ni ndy, Cinta diam-diam itu kadang buat bahagia, tapi kalo kayak gini lebih nyakitin”, sambungnya lagi. Aku merasa apa yang dikatakannya, sesuai dengan hatiku.
“Menurut mu lebih bagus diam aja atau bilang??” tanyanya serius. “Menurutku sih lebih bagus bilang, nanti aku bantuin deh ndapetin si Citra”, jawabku tegas, padahal aku sendiri nggak berani jujur tentang perasaan ini.”Iyaa,aku fikir sih gitu ndy, ntar aku bakalan coba bilang”, jawabnya dengan suara yang agak rendah. “Nah gituu donng, Semangat dong Gama, pasti kamu bisaa!!!” kataku menyemangati, tapi didalam hati rasanya seperti tercucuk duri. Aku tersenyum untuk menutupi betapa sakitnya hatiku saat itu.
Malam berjuta bintang, kami susuri dengan berjalan kaki menelusuri jalanan yang kian malam kian ramai. Kami tak mempunyai tujuan, hanya  ingin menghirup udara dan mencuci mata dengan keindahan alam semesta. Aku tersenyum tanpa sadar. Tesenyum karna aku tak akan mungkin mendapatkannya.
“Ndy, senyum kamu itu indah. Seperti bintang yang merah itu” Ujar laki-laki itu.
“Itukan Mars” jeletukku.
“Iya, Mars dilangit itu aku anggap kamu” jawabnya lagi.
“Kalo aku Mars, kamu apa??”
“Kalo kamu Mars, aku adalah Gama sahabat Windy yang akan selalu memandangimu dilangit saat kamu gak disampingku” katanya dengan kata-kata yang manis.
Aku hanya tersenyum melihatnya, tersenyum bahagia, tersenyum karna ternyata dia tidak menyukaiku.
***
Usaha kami dimulai hari senin, dari muali mengintai mencari informasi, bahkan mengintrogasi semua orang-orang yang berhubungan  dengan Citra. Dalam seminggu semua informasi sudah cukup terkumpul. Bahkan nomor HP Citra sudah ada ditangan. Tinggal selangkah lagi usaha Gama untuk mendapatkan cintanya.
Untuk seminggu aku tidak masuk sekolah karna mewakili sekolah dalam Pentas seni Tari di Jakarta. Kabar-kabarnya, Gama sudah semakin dekat dengan Citra bahkan sudah menunjukan peningkatan yang sangat drastis. Bahkan kabar yang paling menombak hati adalah kabar bahwa mereka sudah jadian.
Seminggu kemudian setelah aku pulang dari Jakarta, ia menghampiriku. “Windy..windy”, dari jauh kudengar seperti suara yang tak asing lagi, dan ternyata benar itu Gama. “Ehhh,, kamu Gama. Kenapa??” tanyaku. “Aku cuman mau ngasih coklat ini sama kamu, mau bilang makasih juga” ujarnya sambil tersenyum bahagia. “Coklat??Kok tumben” tanya ku sambil mengerutkan alisku. “Iyaa, ini semua berkat kamu, aku udah jadian sama Citra, jadi coklatnya sebagai tanda terima kasih, dimakannya yaa, biar tambah manis” ujarnya usil. “Akhirnyaa, temen ku punya pacar juga, selamat yaa Gama”,senyumku melebar. “ Iya, sama-sama ndy, udah yaa, Citra nunggu disana.”.
            Ternyata kabar itu benar. Dipinggir lapangan basket iya, ,memberi kabar bahwa iya telah jadian dengan Citra, adik kelas kami. Beberapa saat setelah kemudian ia lenyap dibalik tembok sekolah, tubunya tak kelihatan lagi ditatapanku, seketika rintik hujan mulai turun. Kembali terkumpul saat pertama kali kami bertatapan, mengenang hari-hari yang telah lalu. Saat pertama kali aku jatuh cinta dengannya. Aku hanya seperti orang munafik yang membohongi perasaanku sendiri. Tersenyum dalam tangis. Melampiaskan dengan melakukan sesuatu yang gila dan tak masuk akal.
Sepulang dari sekolah, aku berdiam diri dikamar. Merasakan seluruh badanku terasa sangat lelah setelah melakukan perjalanan jauh. Kabar yang menyakitkan itu hanya aku yang bisa merasakannya. Aku ingin menjadi wanita yang kuat, bukan lemah hanya karna cinta. Tapi aku juga harus sadar, kalau aku tidak bisa menahan amarah yang mendalam.
Aku menulis dibuku harianku tentang perasaanku. Hal itu cukup membantu melegakan sebagian kesedihanku. Tanpa disengaja, butiran itu mulai mengalir dan jatuh perlahan membasahi buku harian itu. Tapi aku tetap mencoba tegar dalam cobaan ini.
                                                                                    Senin, 17 Juni 2009
Dengarkan aku Tuhan.
Orang yang ku Cintai telah menjadi milik orang lain. Tuhan tolong bantu aku untuk mengiklaskannya. Tuhan tolong lapangkan hatiku. Tolong jadikan aku orang yang tabah. Dia sahabat ku, aku ingin melihatnya bahagia. Aku ingin kami selalu bersama walaupun tak ada ikatan yang spesial. Aku tidak ingin merusak persahabatan kami.
Tuhan aku sadar pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam, hanya bisa mendoakan dan menerima. Menerima bahwa semuanya memang lebih baik seperti ini. Bahwa kadang kenyataan tak sesuai dengan angan-angan.’
***
Tuhan sepertinya terlalu menyayangiku, Tuhan selalu memberikan hal terbaik, Tuhan tak ingin membuatku sedih, dan Tuhan juga memberikan cobaan padaku lagi, karna dia percaya aku orang yang kuat dan tegar.
            Akhir-akhir ini, aku merasa kondisi kesehatanku semakin menurun lagi, aku sering sakit, terutama sakit kepala, menjadi orang yang pelupa, linglung, sering marah-marah nggak jelas, bahkan yang dulunya periang menjadi orang yang pendiam. Tentu hal ini, membuat temanku bertanya-tanya atas semua perubahan sikapku. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi dan mengapa semua ini terjadi.
            Semakin hari, semakin aku curiga dengan keadaan kesehatanku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk check up ke dokter. Setelah seminggu aku mendapat diagnose dari dokter. Aku membukanya perlahan, sepertinya bukan kabar yang baik kalau dilihat dari ekspresi muka dokter setengah baya itu. Aku membatalkan niatku untuk membuka amplop itu. Aku ingin membukanya dirumah, membukannya disamping ibuku.
            Malam harinya, aku duduk disebelah ibuku yang sedang asik menonton TV bersama ayahku. Aku menyerahkan amplop dari dokter yang aku sendiri belum tahu apa yang ada didalamnya. Hal ini lebih menegangkan daripada membuka koin undian.
“Buk, ini buk” sambil menyerahkan amplop berwarna kecoklatan.
“Apa ini??”
“Itu hasil pemeriksaan dokter. Aku nggak berani buka nya” kataku pelan.
Perlahan ibuku mulai merobek amplop yang terikat dengan lem itu. Mengeluarkan isinya, mulai membacanya dari atas, hingga akhirnya matanya terhenti pada suatu titik. Tulisannya “Kanker Otak Stadium 3”, seketika air matanya jatuh, kulihat ia melepaskan amplop itu dari tangannya, dan segera memelukku tanpa mengatakan sepatah apapun. Ayahku pun begitu, mengulangi tindakan yang dilakukan ibuku sebelumnya. Tangisan seketika pecah, kecuali aku yang hanya termenung dengan tatapan kosong mencoba pasrah dengan keadaan percaya tak percaya.
***
            Aku tetap kembali menjadi diriku, dengan sedikit perubahan yang pasti membuat teman-temanku bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Ketegaran yang menutupi semua kerapuhan dan betapa lemahnya aku didunia. Sejak itu, fikiran dan prinsipku tentang hidup berubah. Pada dasarnya aku seorang ambisius, yang pingin jadi ahli kimia. Tapi sekarang tidak, rasanya aku hanya ingin menikmati dunia, mengelilingi dunia, memotret, dan takjub akan kuasa Tuhan yang menciptakan dunia dengan sempurna, dengan misteri-misteri yang bahkan tak diketahui manusia paling jenius seantero jagad.
            Ya, aku menyadari Tuhan sangat-sangat menyayangiku, dia mau aku berbuat baik. Sejak itu aku sering beribadah dan membaca tafsiran-tafsiran pedoman hidup yang sangat luar biasa isinya.
            Ini adalah tahun teakhir kami sekolah hingga. Teman-temanku begitu bersemangat dan bekerja keras untuk bisa masuk ke Universitas yang mereka impikan. Tapi tak begitu denganku, aku ingin belajar seni di Italia, aku ingin belajar memotret, dan berkeliling dunia itu impian terakhirku. Saat ini aku lagi getol-getolnya menulis, dan membaca banyak buku untuk referensi. Hal itu kulakukan untuk mengisi waktu luangku, mengisi waktuku yang sepi dan sendiri.
            Sementara sekolahku berjalan biasa aja, tanpa ada perkembangan yang signifikan. Gama dan Citra juga berjalan dengan baik, mereka terlihat bahagia. Sedangkan temanku yang lain terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Diantara sekian banyak temanku, aku selalu merasa kesepian, merasa aku jauh dengan mereka. Dari semua yang membuatku terkesan, aku lebih menyukai hujan yang telah membuatku jatuh cinta pertama kalinya.
            Saat ini ibu dan Ayahku menjadi orang yang lebih protecktif. Terlebih-lebih karena aku lagi-lagi divonis hanya punya waktu untuk 2 tahun kedepan. Aku tidak terlalu berfikir yang macam-macam dan merasa takut akan hal itu, karna aku percaya Tuhan sayang padaku. Semua orang akan mati, itu sudah takdir, dan kita harus siap kapanpun hal itu terjadi.  Sebelum hal itu terjadi ingin membuat surat untuk Gama, surat tentang cerita kami. Tentang perasaanku.
            Aku telah membuatnya dengan buraian air mata. Surat itu aku gulung, kuikat dengan pita merah, dan kumasukkan kedalam botol kaca seukuran botol mineral dan menutupnya dengan gabus seperti tutup bir.
“Buk, ini yang terakhir yang bisa aku kasih untuk Gama”, suaraku lirih, tenggorokankupun tercekat.
“Apa ini??” tanyanya.
“Surat, cerita sebenarnya. Buk, kalo nanti aku pergi duluan, janji kasih sama Gama ya” aku tersenyum. Ibuku sepertinya tidak kuat mendengar hal itu, ia tidak bisa berkata apapun. Kondisiku sekarang, seperti copy-paste dari film ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’, aku merasa seperti tokoh utama dalam film itu. Gadis yang tak pantang menyerah. Aku ingin seperti dia.
            Ternyata waktu terlalu cepat berlalu, tak terasa sudah menjelang hari akhir. Setelah UN selesai, kami mengadakan perpisahan yang biasa seperti tahun-tahun yang lalu. Perasaan senang bercampur aduk, dengan rasa takut untuk kehilangan. Berjanji untuk saling mengabari. Tapi aku sendiri kurang percaya hal itu.
***
            Akhirnya ujian SNMPTN dilaksanakan, aku dengar Gama ikut ujian itu dan mengambil ilmu Desaign Grafis di ITB. Sedangkan aku sendiri mengikuti program beasiswa dari pemerintah Italy, untuk belajar seni.
***
Kejadian itu sudah 2 tahun yang lalu. Aku dengar dari teman-temanku, Gama diterima di ITB, sedangkan sahabat-sahabatku yang lain, ada yang di IPB, UGM, bahkan UI. Setelah acara perpisahan itu aku menghilang untuk berkonsentrasi dengan seleksi beasiswa ke Italy. Dan menghiang dari kehidupan teman-temanku. Saat ini statusku sebagai mahasiswi jurusan perfilman yang mendapat beasiswa ke Italy, aku juga berkesempatan mengunjungi beberapa negara impianku seperti Spanyol, Swiss, Kanada, Inggris, dll. Bertemu dengan orang-orang hebat dan author ternama walaupun selama disana aku harus ketergantungan dengan obat-obatan, kemoteraphy, dan beberapa pengobatan yang harus kujalani . Walaupun begitu perjuanganku melawan penyakit tidak sia-sia. Impianku telah terwujud, dan aku tak menginginkan apapun, kecuali berkumpul dengan ibu dan ayahku.
Setelah sekian lama tak bertemu, tanpa ada rencana kami dipertemukan kembali. Tanpa diharapkan. Tanpa diundang. Diacra Reunian.
            “Aku yang kasih tau dia, kalau kamu datang!” kata salah satu temanku. Aku lupa bahwa kami adalah teman dekat. Dan aku pernah jatuh cinta padanya. Dari kabar yang kudengar, ia sekarang sedang kuliah di jurusan desaign grafis, di ITB. Dan karir nya sebagai ilustator telah dikenal sampai ke luar negeri. Aku menyempatkan datang direunian SMA ini, kebetulah karna ada waktu berlibur ke Indonesia.
            Keadaan fisiku sekarang makin melemah, rambutku gonjes karna rontok. Tubuku juga mulai mengurus. Pipiku juga tirus. Aku duduk dibangku paling belakang, dengan memegang kamera. Mengenakan celana jeans biru dengan setelan kemeja lengan panjang. Seolah aku merasakan tangan menyentuh pundakku.  Aku menoleh. Seketika aku melihat pria muda yang nampak tinggi gagap berdiri dibelakangku. Hatiku tiba-tiba berdegup kencang, mengatakan bahwa dia adalah pria itu ‘Gama’, yang telah mencuru hatiku dan belum mengembalikannya sampai sekarang. Aku hanya diam. Diam seribu bahasa. Aku lihat dia menggandeng seorang wanita mengenakan drees merah, dibalut dengan jilbab. Wanita itu terlihat sangat anggun.
“Windy...”, katanya lirih. Dia memelukku, tanpa memperdulikan sekitar. Aku hanya termenung, seakan teringat masa-masa indah yang pernah kami alami dulu.
“Gama...” kataku ragu. Penyakit kanker otak membuat melupakan banyak hal, kecuali kenangan kami yang seakan kusimpan bukan diotak melainkan dihati.
Aku melihatnya sangat bahagia, yang seakan menyejukkan hatiku. Rasanya seperti daun mint. Terggambar jelas dimatanya ia sangat merindukanku.
“ Begitukah sahabat, saat aku membutuhkanmu kamu malah pergi tanpa mengabariku” katanya lirih.
“Waktu itukan kamu sudah ada Citra. Dan aku saat harus mengejar sesuatu, dan yang aku kejar sudah dapat, jadi aku kembali”,kataku
“Inii ... Ciiiitraa yaa??” ujarku ragu.
“Iyaaa kak”, kata wanita itu dengan kelembutan sisi kewanitaannya.
“Waah, awet yaa Gama sama Citra” ledekku.
“Iyaa, ndy. Ini semua juga berkat kamu. Bulan depan, kami akan bertunangan” ujar pria itu yang terlalu pandai melukai hatiku, setelah 2 tahun aku berusaha keras melupakannya.
“Ohh yaaa??? “ kataku terkejut.
“Iya pokoknya kakak harus datang yaa, demi Mas Gama!!” ujarnya Citra.
Aku hanya tersenyum yang berarti mengiyakan.
***
Seminggu di Indonesia aku sempatkan untuk berjalan-jalan dengan kedua orang spesial. Ibu dan bapakku, mereka terlihat sangat bahagia, dan begitu menyayangiku.
***
            Hari ini adalah hari pertunangan Gama, tapi sudah beberapa hari ini kesehatanku memburuk. Demi sahabat, aku rela mengabaikan kesehatanku. Aku datang ke acara pesta yang meriah itu dengan menggunakan setelan baju dari bingbang yang nampak serasi denganku. Acara pesta itu, lebih tepatnya disebut sebagai acra reuni. Semua berkumpul di acara itu. Sampai larut malam kami menggila, aku menari-nari tarian salsa dengan teman-temanku. Saat itulah aku merasa sangat bahagia, dan seakan menikmati indahnya hidup dan persahabatan yang sebentar lagi tak bisa kunikmati.
            Tarian itu membuat aku terlalu lelah. Keringat dingin terlalu banyak mengucur, tenggorokanku sudah merasa tidak enak, dan kepalaku mulai merasakan pusing yang tidak biasa, menyebabkan pandanganku kabur. Setelah menari-nari diputaran terakhir, aku tidak ingat apa-apa lagi. Begitu aku bangun, aku hanya melihat semuanya putih. Mungkin aku sudah di Surga. Perlahan kubuka mataku. Samar-samar dan mulai jelas. Wajah ibu yang pertama aku lihat, kemudian Gama, Citra, dan sahabat-sahabatku. Aku merasa takut. Ternyata aku dirumah sakit. Kata mereka aku tadi pingsan. Aku mencoba mencari tangan ibuku dan menggenggamnya kuat-kuat. Didalam hati aku sudah merasa ini sudah menjelang saatnya aku pergi.
“Maf ya semuanya, aku merepotkan kalian, jaga diri kalian baik-baik”, kataku lemah. Mereka hanya terlihat menunduk. Terlihat sangat sedih.
“Gama.. Citra, kalian baik-baik yaa, cepet nikah dan punya anak”
Hingga saat ini, Gama belum tahu tentang perasaan diam-diamku. Aku tak menyesalinya. Karna aku mau, dia menyadarinya sendiri atau mengetahuinya dari ku langsung.
***
Hari ini adalah hari Rabu. Rintik-rintik hujan mulai turun melambangkan duka. Bertepatan dengan hari kematian Windy yang pergi dengan tenang, dipelukan ibunya, disamping Gama, ayahnya dan sahabat-sahabatnya. Dia tersenyum. Seakan merasakan kedamaian, yang dia impian. Windy menghadap Tuhan yang selalu menyayanginya.
Ibu dan ayahnya terlihat sangat tegar atas kepergian Windy anak tunggalnya, begitu juga Mama Gama yang terlihat sangat tabah melihat Windy yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri telah pergi menghadap yang kuasa.
Setelah pemakaman sore itu, Ibu Windy menyerahkan pesan terakhir Windy berupa surat berpita merah. Perlahan gama membuka dan membacanya.Terlihat surat itu ditulis 2 tahun lalu.

                                                                                                Rabu, 09 November 2009

Untuk sahabatku Gama,
Aku cinta diam-diam mu.
Udah lama aku jatuh cinta sama seseorang bernama Gama Erlangga, yang kala itu mengatakan  senyumku manis, yang mengatakan aku bagaikan planet Mars. Aku jatuh cinta padanya dipinggir lapangan basket sekolah, dibawah guyuran hujan. Aku suka hujan, karna selalu mengingatkanku tentang Gama.
Gama ternyata menyukai seseorang bernama Citra. Mereka cocok. Dan aku menginginkan keduanya bahagia. Sebelum aku pergi, aku pernah mengatakan pada Tuhan :: “Tuhan, kalau aku terlahir kembali aku mau Gama seutuhnya menjadi milikku. Amin” begitu doaku. Tapi aku lebih senang kalau Citra yang memiliki Gama. Semoga Kalian bahagia. Doaku selalu bersama kalian.
         
Windy Rianti

Gama tak kuat untuk tidak menitihkan air mata. Sahabatnya yang dulu kini telah tiada. Sahabat yang tak mau jujur tentang perasaannya.
***
Kabar duka itu, sudah 5 Tahun lalu berlalu. Sosoknya sudah tidak ada, namun Windy akan tetap menjadi seseorang yang membekas dihati semua sahabatnya.
Kabar gembira datang dari Gama dan Citra yang telah melangsungkan pernikahannya. Dan telah menjadi keluarga kecil yang bahagia dengan seorang anak perempuan cantik yang mereka beri nama Windy.
Bagi Gama, sosok Windy sahabatnya telah menjadi Planet Mars. Impian Windy juga telah terkabul, karena ia telah terlahir kembali menjadi Windy kecil yang bisa memiliki ayahnya (Gama) seutuhnya. J
Benar kata Windy bahwa Pada akhirnya cinta diam-diam hanya bisa mendoakan dan menerima.

Komentar

  1. like it. buat nangis :'(
    terus berjuang tuk menghasilkan karya-karya yang mengagumka best :))

    BalasHapus
  2. terima kasih agung sahabatku yang selalu supoort :)
    Hehehe, makasih untuk meweknyaa. Air mata lo berharga bangett :)

    BalasHapus
  3. diah~~ aku nangis T.T
    tanggung jawab!! /loh??
    Suka~
    gaya tulisannya itu loh :*
    ditunggu cerita2 selanjutnya~~
    FIGHTING~~ ^^

    BalasHapus
  4. Aku merasa seperti membaca kisah diriku sendiri. Terimakasih untuk kisah ini

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer