CINTA DIAM DIAM
Apa setiap orang pernah merasakan
jatuh cinta ?? Jatuh cinta diam-diam??
Menyukai
seseorang tanpa sepatah kata, tanpa suara. Menatapnya dari kejauhan. Atau
berusaha keras menyembunyikan debar agar tidak ketahuan. Menjaga gerak-gerik,
yang seakan ingin cari perhatian ketika didekatnya. Diam-diam, dan seakan
merasa kalau dia juga memperhatikan, dan menyukai kita. Bahkan kita tak tahu,
apakah itu nyata atau sekedar harapan saja. Yang kita ketahui, hanyalah menyukainya.
Jatuh cinta diam-diam, seakan jatuh
cinta sendirian. Bahagia saat melihatnya tersenyum, dan sangat menyakitkan saat
melihatnya bersama orang lain. Dan itu cukup membuat hati seperti penuh dengan bunga
mawar, yang kelihatan indah, namun sakit bila terkena durinya.
Jatuh cinta itu sesuatu yang
tiba-tiba. Tak perlu ada rencana. Aku menduga, bahwa seseorang yang jatuh
cinta, bukanlah jatuh cinta. Ia hanya berusaha untuk jatuh cinta, dan menemukan
alasan untuk menyukai seseorang. Kita tidak pernah berencana untuk jatuh. Kita
juga tidak akan merencanakan terpeleset kulit pisang, dan jatuh ditengah jalan.
Semuanya berjalan begitu saja. Begitu juga dengan jatuh cinta, seperti
terpeleset. Tanpa alasan. Tanpa tahu kenapa. Ia mengintai menunggu saat yang tepat
dan mungkin saat logika kita lengah.
Aku jatuh cinta kepadanya di pinggir
lapangan basket sekolah. Ditengah rintik hujan yang sepertinya enggan untuk
turun deras. Rintik hujan yang jatuh, saat aku juga jatuh cinta padanya. Jatuh
cinta, yang tak lebih dari satu kedipan mata. Ketika kedua bola mata kami
saling menatap tak sengaja saat menunggu rintik hujan reda. Itu hanya sekian
detik namun sampai hari ini aku masih bisa mengingat bagaimana kedua bola mata
dibalik kacamata yang berembun itu berkilat usil dan alis mata kanannya sedikit
berjengit.
“Jangan suka ngliatin mata cowok
dengan tatapan setajam itu! “, ujarnya sambil tersenyum usil. Aku tahu ini
pertama kalinya, kami saling bertatapan dalam, tanpa gelak tawa seperti
biasanya. Suaranya lirih, dan hanya cukup terdengar oleh kami berdua, diantara
gemuruh hujan yang berisik menimpa atas seng teras sekolah kami.
Aku hanya tersenyum dan, kembali
fokus ke pembicaraan teman-teman didepan kami. “Coba kamu sering-sering senyum”,
ujarnya. Membuatku menoleh dan mengerutkan kedua alisku. “Kenapa?” tanyaku
penasaran. “Kamu terlihat lebih manis kalau tersenyum seperti tadi”, ia
meluruskan pandangannya kedepan, menatap rintik hujan. Aku hanya bisa
melihatnya heran. Lalu, larut dalam percakapan teman-teman yang lain.
Hari itu dibalik punggung
teman-temanku, aku jatuh cinta dengan teman dekatku. Namanya Gama Erlangga. Cowok
berkacamata, yang hoby baca Comik, dan kekeh banget pingin jadi ilustator.
Aku menyimpan cerita dan rasa itu
rapat-rapat. Tak ada satupun teman yang tahu. Orang yang jatuh cinta diam-diam,
seperti kata Raditya Dika dalam bukunya Marmut
Merah Jambu (MMJ), harus bisa melanjutkan kehidupannya dalam keheningan.
Di antara tawa kami sebagai
sekelompok sahabat dekat, tiba-tiba hening itu hadir. Menyusup tanpa
dikehendaki. Seperti heningnya suasana hatiku, saat merasakan jatuh cinta padanya.
Berada didekatnya, kadang membuatku salah tingkah. Merasa dekat dengannya,
sekaligus merasa jauh. Terkadang, ada saat dimana kami tidak berbicara sama
sekali walaupun duduk bersebelahan.Saling berpunggungan tapi aku sibuk dengan
pembicaraanku, dan dia dengan pembicaraannya. Terkadang ada juga saat kami
berdua, membicarakan pribadi masing-masing.
***
Pagi ini aku telah dibangunkan oleh
kicauan burung yang bertengger dipucuk pohon-pohon yang seakan menyapa selamat
pagi untuk dunia. Cahaya sang surya yang tembus melewati horden transparan
dikamarku, seakan menyilaukan mata dan siap memaksaku untuk membuka mata.
Padahal ini masih jam 7.30. Hari minggu biasanya ku peringati sebagai hari
malas-malasan sedunia. Mulai dari malas bangun, mandi, belajar, dll. Hari
minggu identik dengan santai, dan biasanya aku nongkrong di depan TV seharian
penuh untuk sekedar menonton film kartun.
Badanku masih tergolek malas
ditempat tidur, tanganku meraba kesela-sela tempat tidur mencari Ponsel.
“Haduuh, dmana sih HP ku??”, keluhku kesal, tiba-tiba terdengar bunyi sms
masuk. Seketika tubuhku bangkit dengan mata yang masih terpejam, tangan meraba-raba
meja untuk mengambil kacamata. Setelah memakainya, semua sudah kelihatan lebih jelas, aku menemukan HP ku dibawah
BedCover bercorak daun hijau muda.
Tertulis 1 pesan diterima. Dengan
sigapnya jari-jari mungil ini membuka dan ternyata itu dari Gama. Secepat
mungkin aku membukanya.
–Windy,
hari ini ada acra kemana??jln yukks J-
Aku
kembali berbaring menyenderkan kepala dibantal, menarik selimut dan secepat
kilat membalas sms dari Gama dengan wajah memerah.
-Aku
are ni free, mw ngajak jln kmana??-
Tak
perlu menunggu lama, HP kembali berdering
-Nonton
yuk, ada film Final destination 5.Tdi mlm aku udh liat treilernya seru loh.mw
ga??-
Dengan
semangat aku kembali membalas pesannya.
-Boleh,
dmana??Plaza senayan aja yaa-
Terlihat
bacaan pesan terkirim, 2 menit kemudian suara deringan itu terdengar lagi.
-Okeokke
ndy, kta ktemuan jam 11 yaa, smpe nanti ya ndy-
Aku
membatin, kenapa dia nggak ngajak teman-teman yang lain ya, lalu kuputuskan
untuk bertanya.
-Gama,
kok nggak ngajak teman yang lain sihh??Jadi kita berdua aja??-
5
menit kemudian tidak ada satupun sms yang masuk. Aku berfikir dia mengajakku
kencan. Tentu saja hal itu membuatku senyum-senyum malu tanpa sadar.
Satu jam pertama, aku menghabiskan
waktuku untuk berlulur. Kemudian satujam berikutnya aku, makan dan memilih baju
yang cocok. Pilihanu jatuh pada baju kotak-kotak merah, yang akan
kupadupadankan dengan kaos putih, dan celana jeans biru. Tepat pukul 10:30 aku
siap dan segera naik angkutan umum jurusan Plaza senayan. Jam 11:15 aku sampai
didepan pintu masuk dan segera mengirimi Gama pesan.
-Gama,
kamu dimana?? Aku udah samapai didepan.Bls GPL-
Seperti
orang bodoh aku nunggu Gama didepan Plaza, celingak-celinguk gak jelas. Aku
mulai resah, karna sudah 15 menit tapi smsku belum juga dibalas.
Tiba-tiba
HP ku bergetar, bacaannya Gama.E memanggil. Segera ku angkat dan menjawab
kesal.
“LO
dimana??Aku udah nunggu 15 menit kayak orang bodoh didepan plaza kayak nyarik
anak ilang!!!”
“Ndy
sorry aku nggak bisa datang, mama aku tiba-tiba kena pingsan, dan sekarang lagi
di UGD” jawabnya sambil terengah-engah.
Aku
yang tadinya mau marah, jadi berbalik memelas.
“Dirumah
sakit mana kamu??Biar aku susul sekarang kesana” jawabku panik.
“Di
rumah sakit Dr. Riyadi.” Jawabnya, sebelum akhirnya telefon terputus mungkin
karena pulsanya habis.
Nggak pakai lama, aku langsung
meluncur ke rumah sakit Dr. Riyadi yang memakan waktu 15 menit. Begitu turun
dari angkutan , aku lari dan nemuin Gama lagi terlihat cemas sendirian. Gama
anak tunggal, papanya sudah meninggal waktu dia kelas 2 SMP, dan sekarang dia
cuman sama mamanya. Jadi bagi dia, mamanya adalah segalanya.
Buru-buru aku samperin, dan nenangin
dia. Dia nampaknya shock dengan kejadian hari ini.
“Gama,
kamu nggak apa-apakan??Mama kamu pasri baik-baik aja” kataku lirih.
“Iya,
aku nggak papa. Aku belum siap aja, kalo mama dipanggil yang kuasa” jawabnya
pelan.
“Nggak
boleh gitu, kita doain aja yang terbaik untuk mama kamu”.
“iyaaa
makasih ya ndy” ujarnya dengan suara rendah.
Setengah
jam kemudian, salah seorang suster keluar.
“Suster,
boleh saya masuk??” tanyanya semangat
“Boleh,
ibu anda cuman kecapekan aja kok, dia sudah tidak apa-apa sekarang” jawab
suster bijaksana.
Syukur
batinku.
Kami,
masuk dan melihat kondisi mama Gama, yang terlihat pucat dan lemas.
“Gama,
mama nggak apa-apa kok. Kamu jangan khawatir ya” ujar mama Gama lirih.
Kemudian
ia manatapku dan tersenyum.
“kamu
pasti yang namanya Windy ya??” tanyanya.
“Iyaa,
kok tante tahu sih, kan kita belum pernah kenal.”
“Iyaa,
kemarin tante liat foto-foto kalian waktu disekolah, jadi tante tanyak yang
pakai kacamata ini siapa. Tante suka liat wajah kamu yang indonesia banget,
jadi gampang diinget” jelasnya.
Tiba-tiba
Gama menyela dengan suaranya yang tegas.
“Mama
kan lagi sakit, kok malah ngegosip sih” Katanya sambil memeriksa obat yang
harus diminum mamanya.
“Mama
kan cuman mau kenal sama cwe kamu ini.” Jawab mamanya membela diri.
Aku
terheran-heran melihat pembicaraan mereka yang seakan-akan menyukaiku.
“Dia
bukan pacar aku maa, cuman temen. Iyaaa kan ndy??”
“Haa???
Iyaa-iyaa” jawabku gelagepan.
Mamanya
hanya tersenyum dan obrolan kami lenyap dirumah sakit itu.
Pada hari ini walaupun aku kecewa
karena acara kami gagal, tapi aku juga senang karena bisa lebih dekat dengan
dia dan mama orang yang ku cintai diam-diam.
***
Rabu pagi cuaca sangat cerah,
dimana-mana hanya ada senyuman teman-teman yang sepertinya sedang jatuh cinta.
Tapi kenyataannya takdir tak secerah langit pagi ini. Langit cerah berubah
menjadi badai, manakala sang guru Matematika berhasil menembus pintu
perbentengan kami. Namanya ibu Kartika, Seorang guru berumur 45 tahun, yang
gendut, dengan rambut disanggul bak ibu kartini.
Ntah apa yang dipikirkannya sehingga
membuat jantung kami dag-dig-dur seakan mau pecah. Dengan suaranya yang
cempreng bagaikan kaleng yang telah gepeng. Ia membuat ujian lisan tentang
logaritma yang kami tak mengerti. Entah panggilan dari surga atau neraka,
tiba-tiba aku mendengar nama ku disebutkan.
“Windy
Rianti” katanya.
Seluruh
badanku rasanya sudah membeku, begitupun hatiku. Seperti mau tak mau, dengan
degupan jantung yang semakin keras aku harus maju dengan langkah ragu.
Aku
memberanikan dan membulatkan tekatku, karna aku sendiri tak menguasai tentang
logaritma.
“Windy,
bisa tolong ibu ketikan tentang curiculum vitae ini, besok kamu bawa dengan
softcopy dan hardcopy!!!” , debar jantungku serasa menciut. Huh desahku dalam
hati. Aku hanya mengiyakan dan bersyukur karna lolos dari cengkraman monster
betina itu. Ujian hari Rabu ini benar-benar menegangkan. Beberapa temanku
mendapat sabetan rotan, yang jelas-jelas mennyentuh kulih mereka. Terlihat
merah-merah dan pedih.
Tepat pukul 10.45 terdengar suara
bel menandakan pergantian jam. Kami rasa itu adalah bel dari surga yang
kedatangannya kami tunggu-tunggu, begitu mendengar bel, terlihat semua
teman-temanku meloyo setelah 2x45 menit harus duduk tegak, dan ngedumbel
didalam hati nyumpahin yang enggak-enggak tanpa bisa berkutik. Hari Rabu yang
sangat sial menurut kami.
Setelah pergantian bel istirahat
kedua, aku merasa ada yang tidak beres. Tiba-tiba kepalaku berhantam luar biasa
sakitnya. Keringat-dingin, dan rasanya seperti berhalusinasi ditempat yang
mengerikan. Sebuah tempat yang kuketahui adalah rumahku tapi dengan suasana
yang lebih mencekam. Terlihat ada angin besar yang siap merobohkan rumah-rumah
membuatku ketakutan, tanpa disadari ternyata hal tersebut membuatku berteriak
seperti orang kesurupan. Membuat teman-teman takut. Setelah itu aku tidak bisa
merasakan apa-apa lagi. Sepertinya aku pingsan. Namun saat itu juga aku
bermimpi. Bermimpi yang sangat indah. Didalam mimpiku, aku menghabiskan waktuku
bersama idolaku Westlife. Mungkin orang yang akan mendengar cerita ini tidak
akan percaya. Tapi didalam mimpiku hal itu begitu nyata. Aku bercengkrama
bersama Shane Steve Filan dan Mark. Kami saat itu ditempat yang indah. Aku
sepertinya tidak ingin terbangun dari mimpiku itu, hingga akhirnya terdengar
suara ibuku yang kelihatan panik. Seketika aku terbangun, dan merasakan tubuhku
kelelahan, dan dibasahi keringat. Aku masih tidak tahu ingin berkata apa, hanya
diam dalam keramaian kerumunan teman-temanku. Siang itu aku merasakan ada dunia
lain yang seketika menyusup kedalam jiwaku. Dunia halusinasi. Dunia yang indah.
***
Untuk
beberapa hari aku hanya beristirahat dirumah untuk menenangkan diri. Tidak
merasakan sakit. Kata Ibuku aku hanya kelelahan.
***
Seminggu
kemudian, aku mendapat kabar bahwa mama Gama telah pulang dari rumah sakit.
Hari ini aku berencana menjenguk mamanya. Begitu bel pulang berbunyi, kami siap
meluncur ke Rumah Gama yang tidak terlalu jauh dari lokasi sekolah.
Setibanya
dirumah Gama, aku lihat mamanya tengah beristirahat disebuah ranjang besar
dibalut dengan seprai berwarna kuning kehijauan. Terlihat disampingnya terdapat
meja yang penuh dengan botol obat, sepiring bubur dengan siraman kuah sop, dan
segelas teh yang kelihatannya masih hangat.
“Assalamualaikum
tante” sapaku ketika masuk kedalam kamarnya. Aku hari ini datang sendiri.
“Waalaikum
salam, eh windy masuk-masuk” jawabnya dengan riang. Aku masuk duluan hingga
akhirnya Gama yang mengikutiku dibelakang.
“Gimana
keadaan tante, sudah baikkan??” tanyaku sok ramah sambil mencium tangannya.
“Alhamdulilah
tante udah sehat kok, kamu gmana kabarnya??” katanya sambil menyuruhku duduk
didekatnya. Aku merasa, mama Gama sangat menyukaiku, mungkin karena Gama anak
tunggal, dan ayahnya sudah meninggal, jadi mamanya merasa kesepian.
“Baik
juga kok tante” kataku singkat. Aku sempat menyuapi mamanya yang dengan lahap
menyelomot bubur yang ada dimeja. Kira-kira sudah jam 4 sore, aku memutuskan
untuk pulang, karna masih banyak tugas yang menunmpuk untuk besok.
“Tante,
Windy pulang dulu ya”, kataku pelan.
“Kok
cepet sekali udah mau pulang??” tanyanya seakan tak ingin mengijinkanku pulang.
“Iya
tante, masih banyak tugas yang menumpuk untuk besok” jawabku dengan nada
rendah.
Kemudian
ia memanggil Gama untuk mengantarku pulang. Sore itu aku diantar Gama sampai
rumah dengan motor ninjanya yang besar bak pembalap. Sejujurnya aku senang saat
Gama selalu perhatian, memboncengkanku, bahkan untuk hal yang sekecil apapun.
***
Dirumah, setelah sholat magrib, aku menjumpai
ibuku yang sedang asik belajar menjahit.
“Buk,
lagi ngapain??” tanyaku singkat. Bagiku ibu adalah teman sejati, dimana aku
bisa bertanya, bahkan menceritakan hal-hal pribadi yang bersifat rahasia.
“lagi,
belajar njahit” jawabnya dengan lirikan mata yang tajam, “Kenapa??” tanyanya
kemudian.
“Buk,
jatuh cinta itu gimana sih??Enak gak??menyakitkan??ciri-cirinya gimana??”
ujarku cerewet. Ibu ku hanya tersenyum seakan segan untuk tertawa.
“Jatuh
cinta itu rasanya seneng, rindu terus, salah tingkah kalau lagi didekatnya, dan
membuat jantung berdebar-debar” jelasnya singkat, padat, dan jelas.
“Ooooh,
berarti aku belum pernah jatuh cinta lah, ehh tapi pernah deng, eh nggak tahu
lah” kataku nggak jelas.
“Haduuh,
gimana itu?? Belum pernah, pernah tapi nggak tahu” ujar ibuku yang nampak
geram.
“Tapi
mungkin pernah buk, sama Gama hehe” sambil tertawa dan seakan mengejek ibuku.
Kemudian,
ibu ku menceritakan tentang pengalaman sewaktu ia masih muda. Dan terus saja
aku meledeknya yang akhirnya membuat ia kesal.
“Dulu,
ibu sebel kali liat bapakmu, dia itu beda banget sama mantan-mantan ku yang
mirip Dude harlio”, ujarnya dengan nada bicara sok gaul
“Gue
tahu bu hehe” ledekku.
“Tahu
dari mana??” tanyanya penasaran hingga mengerutkan dahi.
“Ya,
tahu lah. Gue dulu kan merhatikan elu berdua, gue yang selalu menebarkan
benih-benih cinta, walaupun nggak terlihat tapi gue yang dulu tiap hari tidur
di pos ronda dengan membawa kaca pembesar bak Detective terkenal” ujarku dengan
menggunakan logat alay.
“Jadi
kayak mana bisa kesana??” jawab ibuku sambil tertawa kesal.
“Yaa,
bisalah, gue naik mesin waktu gitu”, jawabku dengan nada mengejek.
“Tapi
ntah kenapa yaa, dulu itu banyak banget orang yang ngasih tau informasi begini
begitu tentang bapakmu” katanya sambil berpikir heran.
“Nggak
usah heran bu, sebenarnya yang bisikin mereka untuk ngasih tahu itu...” belum
sempat aku menyelesaikan pembicaraanku, ibuku udah memotong mengatakan “Kau”
Serentak
kami tertawa, dan dia melempariku dengan kaos kaki bau didekatnya.
Ntah
kenapa, semenjak aku semakin dekat dengannya, semakin aku bahagia, semakin aku
banyak tersenyum, semakin aku sering merindukannya, semakin indah rasanya,
semakin bersemangat hidupku.
***
Malam gelap tanpa awan. Hanya ada
bintang-bintang menerangi langit malam, rembulan menyinarkan pantulan cahayanya
menerangi bumi, seakan menjadi saksi bisu perjalanan malam itu. Dia tiba-tiba
datang kerumah. Tanpa tahu alasan yang pasti, dia hanya ingin berkunjung karena
tidak mempunyai tempat tujuan. Biasanya malam minggu adalah malam yang tepat
untuk berkumpul dengan sahabat. Sekedar berkumpul, becanda, membuat lelucon
gila, dan menggila dan berfoto ria. Kedatangannya adalah sesuatu hal yang aku
tunggu. Yang selalu membuat rindu. Dan yang selalu membuat hati menjadi
berdebar. Pukul 08.00 dia datang. Dari jauh aku sudah bisa mendengar suara
motor ninjanya, dari teras aku berdiri meletakkan buku yang sedang kubaca dan
segera lari membuka pagar. Cahaya motornya menyorot menghalangi pandanganku.
“Loh tumben, kamu datang kesini ma.
Sama siapa??” tanyaku saat ia memarkirkan motornya di garasi rumah. “Iya,
habisnya gak ada tempat tujuan. Aku sendirian.”, jawabnya sambil meletakkan
helm berwarna hitam yang penuh dengan animasi kartun. “Yaaudaah, masuuk yuuk”.
Malam itu dia memulai obrolan dengan ditemani 2 botol minuman soda, dan cemilan
kecil.
Pada awalnya, pembicaraan kami hanya
ngalor-ngidul nggak jelas. Mulai dari masalah sekolah, cerita pengalaman
sekolah waktu SD, dan SMP. Sampe menertawakan hal bodoh yang pernah kami alami.
Semuanya terasa menyenangkan. Membuat bibirku tak bisa berhenti untuk
tersenyum. Semakin malam pembicaraan kami semakin serius, pembicaraan tentang
cinta, dia ingin mengatakan sesuatu yang mungkin sangat penting dan harus
diungkapkan. Tiba-tiba debaran jantungku memuncak, suara detak jantung yang
rasanya tak mau kuperdengarkan padanya ketika dia mengatakan sesuatu.
“Ndy,
aku suka sama seseorang”, katanya yang membuat aku terkejut. Tenggorokanku tercekat, debaran jantung yang
terdengar seperti suara hentakan kaki serdadu tiba-tiba meluruh. Hatiku
melemah, meluruh, dan merasakan sakit seperti ada goresan pisau tajam yang baru
saja menyentuhnya. “Ha??siapa??” kataku dengan suara lantang, padahal didalam
hatiku yang paling dalam semua sudah pecah seperti gelas yang ditembak peluru,
hancur menjadi butiran-butiran kecil. “Namanya Citra, udah lama aku mengintai
dia, tapi nggak berani bilangnya.”, batiku mengatakan, Gama aku sebenarnya juga
suka sama kamu. “Loh kenapa nggak berani bilang??Perlu aku yang bilang??”,
ujarku. “Nggak tau ni ndy, Cinta diam-diam itu kadang buat bahagia, tapi kalo
kayak gini lebih nyakitin”, sambungnya lagi. Aku merasa apa yang dikatakannya,
sesuai dengan hatiku.
“Menurut
mu lebih bagus diam aja atau bilang??” tanyanya serius. “Menurutku sih lebih
bagus bilang, nanti aku bantuin deh ndapetin si Citra”, jawabku tegas, padahal
aku sendiri nggak berani jujur tentang perasaan ini.”Iyaa,aku fikir sih gitu
ndy, ntar aku bakalan coba bilang”, jawabnya dengan suara yang agak rendah.
“Nah gituu donng, Semangat dong Gama, pasti kamu bisaa!!!” kataku menyemangati,
tapi didalam hati rasanya seperti tercucuk duri. Aku tersenyum untuk menutupi
betapa sakitnya hatiku saat itu.
Malam
berjuta bintang, kami susuri dengan berjalan kaki menelusuri jalanan yang kian
malam kian ramai. Kami tak mempunyai tujuan, hanya ingin menghirup udara dan mencuci mata dengan
keindahan alam semesta. Aku tersenyum tanpa sadar. Tesenyum karna aku tak akan
mungkin mendapatkannya.
“Ndy,
senyum kamu itu indah. Seperti bintang yang merah itu” Ujar laki-laki itu.
“Itukan
Mars” jeletukku.
“Iya,
Mars dilangit itu aku anggap kamu” jawabnya lagi.
“Kalo
aku Mars, kamu apa??”
“Kalo
kamu Mars, aku adalah Gama sahabat Windy yang akan selalu memandangimu dilangit
saat kamu gak disampingku” katanya dengan kata-kata yang manis.
Aku
hanya tersenyum melihatnya, tersenyum bahagia, tersenyum karna ternyata dia
tidak menyukaiku.
***
Usaha
kami dimulai hari senin, dari muali mengintai mencari informasi, bahkan
mengintrogasi semua orang-orang yang berhubungan dengan Citra. Dalam seminggu semua informasi
sudah cukup terkumpul. Bahkan nomor HP Citra sudah ada ditangan. Tinggal
selangkah lagi usaha Gama untuk mendapatkan cintanya.
Untuk
seminggu aku tidak masuk sekolah karna mewakili sekolah dalam Pentas seni Tari di
Jakarta. Kabar-kabarnya, Gama sudah semakin dekat dengan Citra bahkan sudah
menunjukan peningkatan yang sangat drastis. Bahkan kabar yang paling menombak
hati adalah kabar bahwa mereka sudah jadian.
Seminggu
kemudian setelah aku pulang dari Jakarta, ia menghampiriku. “Windy..windy”,
dari jauh kudengar seperti suara yang tak asing lagi, dan ternyata benar itu
Gama. “Ehhh,, kamu Gama. Kenapa??” tanyaku. “Aku cuman mau ngasih coklat ini
sama kamu, mau bilang makasih juga” ujarnya sambil tersenyum bahagia.
“Coklat??Kok tumben” tanya ku sambil mengerutkan alisku. “Iyaa, ini semua
berkat kamu, aku udah jadian sama Citra, jadi coklatnya sebagai tanda terima
kasih, dimakannya yaa, biar tambah manis” ujarnya usil. “Akhirnyaa, temen ku
punya pacar juga, selamat yaa Gama”,senyumku melebar. “ Iya, sama-sama ndy,
udah yaa, Citra nunggu disana.”.
Ternyata kabar itu benar. Dipinggir
lapangan basket iya, ,memberi kabar bahwa iya telah jadian dengan Citra, adik
kelas kami. Beberapa saat setelah kemudian ia lenyap dibalik tembok sekolah,
tubunya tak kelihatan lagi ditatapanku, seketika rintik hujan mulai turun.
Kembali terkumpul saat pertama kali kami bertatapan, mengenang hari-hari yang
telah lalu. Saat pertama kali aku jatuh cinta dengannya. Aku hanya seperti
orang munafik yang membohongi perasaanku sendiri. Tersenyum dalam tangis.
Melampiaskan dengan melakukan sesuatu yang gila dan tak masuk akal.
Sepulang
dari sekolah, aku berdiam diri dikamar. Merasakan seluruh badanku terasa sangat
lelah setelah melakukan perjalanan jauh. Kabar yang menyakitkan itu hanya aku
yang bisa merasakannya. Aku ingin menjadi wanita yang kuat, bukan lemah hanya
karna cinta. Tapi aku juga harus sadar, kalau aku tidak bisa menahan amarah
yang mendalam.
Aku
menulis dibuku harianku tentang perasaanku. Hal itu cukup membantu melegakan
sebagian kesedihanku. Tanpa disengaja, butiran itu mulai mengalir dan jatuh
perlahan membasahi buku harian itu. Tapi aku tetap mencoba tegar dalam cobaan
ini.
Senin, 17 Juni 2009
Dengarkan aku Tuhan.
Orang yang ku Cintai telah menjadi
milik orang lain. Tuhan tolong bantu aku untuk mengiklaskannya. Tuhan tolong
lapangkan hatiku. Tolong jadikan aku orang yang tabah. Dia sahabat ku, aku
ingin melihatnya bahagia. Aku ingin kami selalu bersama walaupun tak ada ikatan
yang spesial. Aku tidak ingin merusak persahabatan kami.
Tuhan aku sadar pada akhirnya, orang
yang jatuh cinta diam-diam, hanya bisa mendoakan dan menerima. Menerima bahwa
semuanya memang lebih baik seperti ini. Bahwa kadang kenyataan tak sesuai
dengan angan-angan.’
***
Tuhan
sepertinya terlalu menyayangiku, Tuhan selalu memberikan hal terbaik, Tuhan tak
ingin membuatku sedih, dan Tuhan juga memberikan cobaan padaku lagi, karna dia
percaya aku orang yang kuat dan tegar.
Akhir-akhir ini, aku merasa kondisi
kesehatanku semakin menurun lagi, aku sering sakit, terutama sakit kepala,
menjadi orang yang pelupa, linglung, sering marah-marah nggak jelas, bahkan
yang dulunya periang menjadi orang yang pendiam. Tentu hal ini, membuat temanku
bertanya-tanya atas semua perubahan sikapku. Aku juga tidak tahu apa yang
terjadi dan mengapa semua ini terjadi.
Semakin hari, semakin aku curiga
dengan keadaan kesehatanku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk check up ke
dokter. Setelah seminggu aku mendapat diagnose dari dokter. Aku membukanya
perlahan, sepertinya bukan kabar yang baik kalau dilihat dari ekspresi muka
dokter setengah baya itu. Aku membatalkan niatku untuk membuka amplop itu. Aku
ingin membukanya dirumah, membukannya disamping ibuku.
Malam harinya, aku duduk disebelah
ibuku yang sedang asik menonton TV bersama ayahku. Aku menyerahkan amplop dari
dokter yang aku sendiri belum tahu apa yang ada didalamnya. Hal ini lebih
menegangkan daripada membuka koin undian.
“Buk,
ini buk” sambil menyerahkan amplop berwarna kecoklatan.
“Apa
ini??”
“Itu
hasil pemeriksaan dokter. Aku nggak berani buka nya” kataku pelan.
Perlahan
ibuku mulai merobek amplop yang terikat dengan lem itu. Mengeluarkan isinya,
mulai membacanya dari atas, hingga akhirnya matanya terhenti pada suatu titik.
Tulisannya “Kanker Otak Stadium 3”, seketika air matanya jatuh, kulihat ia
melepaskan amplop itu dari tangannya, dan segera memelukku tanpa mengatakan
sepatah apapun. Ayahku pun begitu, mengulangi tindakan yang dilakukan ibuku
sebelumnya. Tangisan seketika pecah, kecuali aku yang hanya termenung dengan
tatapan kosong mencoba pasrah dengan keadaan percaya tak percaya.
***
Aku tetap kembali menjadi diriku,
dengan sedikit perubahan yang pasti membuat teman-temanku bertanya-tanya ada
apa sebenarnya. Ketegaran yang menutupi semua kerapuhan dan betapa lemahnya aku
didunia. Sejak itu, fikiran dan prinsipku tentang hidup berubah. Pada dasarnya
aku seorang ambisius, yang pingin jadi ahli kimia. Tapi sekarang tidak, rasanya
aku hanya ingin menikmati dunia, mengelilingi dunia, memotret, dan takjub akan
kuasa Tuhan yang menciptakan dunia dengan sempurna, dengan misteri-misteri yang
bahkan tak diketahui manusia paling jenius seantero jagad.
Ya, aku menyadari Tuhan
sangat-sangat menyayangiku, dia mau aku berbuat baik. Sejak itu aku sering
beribadah dan membaca tafsiran-tafsiran pedoman hidup yang sangat luar biasa
isinya.
Ini adalah tahun teakhir kami
sekolah hingga. Teman-temanku begitu bersemangat dan bekerja keras untuk bisa
masuk ke Universitas yang mereka impikan. Tapi tak begitu denganku, aku ingin
belajar seni di Italia, aku ingin belajar memotret, dan berkeliling dunia itu
impian terakhirku. Saat ini aku lagi getol-getolnya menulis, dan membaca banyak
buku untuk referensi. Hal itu kulakukan untuk mengisi waktu luangku, mengisi
waktuku yang sepi dan sendiri.
Sementara sekolahku berjalan biasa
aja, tanpa ada perkembangan yang signifikan. Gama dan Citra juga berjalan
dengan baik, mereka terlihat bahagia. Sedangkan temanku yang lain terlihat
sibuk dengan urusannya masing-masing. Diantara sekian banyak temanku, aku
selalu merasa kesepian, merasa aku jauh dengan mereka. Dari semua yang
membuatku terkesan, aku lebih menyukai hujan yang telah membuatku jatuh cinta
pertama kalinya.
Saat ini ibu dan Ayahku menjadi
orang yang lebih protecktif. Terlebih-lebih karena aku lagi-lagi divonis hanya
punya waktu untuk 2 tahun kedepan. Aku tidak terlalu berfikir yang macam-macam
dan merasa takut akan hal itu, karna aku percaya Tuhan sayang padaku. Semua
orang akan mati, itu sudah takdir, dan kita harus siap kapanpun hal itu
terjadi. Sebelum hal itu terjadi ingin
membuat surat untuk Gama, surat tentang cerita kami. Tentang perasaanku.
Aku telah membuatnya dengan buraian
air mata. Surat itu aku gulung, kuikat dengan pita merah, dan kumasukkan
kedalam botol kaca seukuran botol mineral dan menutupnya dengan gabus seperti
tutup bir.
“Buk,
ini yang terakhir yang bisa aku kasih untuk Gama”, suaraku lirih,
tenggorokankupun tercekat.
“Apa
ini??” tanyanya.
“Surat,
cerita sebenarnya. Buk, kalo nanti aku pergi duluan, janji kasih sama Gama ya”
aku tersenyum. Ibuku sepertinya tidak kuat mendengar hal itu, ia tidak bisa
berkata apapun. Kondisiku sekarang, seperti copy-paste dari film ‘Surat Kecil
Untuk Tuhan’, aku merasa seperti tokoh utama dalam film itu. Gadis yang tak
pantang menyerah. Aku ingin seperti dia.
Ternyata waktu terlalu cepat
berlalu, tak terasa sudah menjelang hari akhir. Setelah UN selesai, kami
mengadakan perpisahan yang biasa seperti tahun-tahun yang lalu. Perasaan senang
bercampur aduk, dengan rasa takut untuk kehilangan. Berjanji untuk saling
mengabari. Tapi aku sendiri kurang percaya hal itu.
***
Akhirnya ujian SNMPTN dilaksanakan,
aku dengar Gama ikut ujian itu dan mengambil ilmu Desaign Grafis di ITB.
Sedangkan aku sendiri mengikuti program beasiswa dari pemerintah Italy, untuk
belajar seni.
***
Kejadian
itu sudah 2 tahun yang lalu. Aku dengar dari teman-temanku, Gama diterima di
ITB, sedangkan sahabat-sahabatku yang lain, ada yang di IPB, UGM, bahkan UI. Setelah
acara perpisahan itu aku menghilang untuk berkonsentrasi dengan seleksi
beasiswa ke Italy. Dan menghiang dari kehidupan teman-temanku. Saat ini
statusku sebagai mahasiswi jurusan perfilman yang mendapat beasiswa ke Italy,
aku juga berkesempatan mengunjungi beberapa negara impianku seperti Spanyol,
Swiss, Kanada, Inggris, dll. Bertemu dengan orang-orang hebat dan author
ternama walaupun selama disana aku harus ketergantungan dengan obat-obatan,
kemoteraphy, dan beberapa pengobatan yang harus kujalani . Walaupun begitu
perjuanganku melawan penyakit tidak sia-sia. Impianku telah terwujud, dan aku
tak menginginkan apapun, kecuali berkumpul dengan ibu dan ayahku.
Setelah
sekian lama tak bertemu, tanpa ada rencana kami dipertemukan kembali. Tanpa
diharapkan. Tanpa diundang. Diacra Reunian.
“Aku yang kasih tau dia, kalau kamu
datang!” kata salah satu temanku. Aku lupa bahwa kami adalah teman dekat. Dan
aku pernah jatuh cinta padanya. Dari kabar yang kudengar, ia sekarang sedang
kuliah di jurusan desaign grafis, di ITB. Dan karir nya sebagai ilustator telah
dikenal sampai ke luar negeri. Aku menyempatkan datang direunian SMA ini,
kebetulah karna ada waktu berlibur ke Indonesia.
Keadaan fisiku sekarang makin
melemah, rambutku gonjes karna rontok. Tubuku juga mulai mengurus. Pipiku juga
tirus. Aku duduk dibangku paling belakang, dengan memegang kamera. Mengenakan
celana jeans biru dengan setelan kemeja lengan panjang. Seolah aku merasakan
tangan menyentuh pundakku. Aku menoleh.
Seketika aku melihat pria muda yang nampak tinggi gagap berdiri dibelakangku.
Hatiku tiba-tiba berdegup kencang, mengatakan bahwa dia adalah pria itu ‘Gama’,
yang telah mencuru hatiku dan belum mengembalikannya sampai sekarang. Aku hanya
diam. Diam seribu bahasa. Aku lihat dia menggandeng seorang wanita mengenakan
drees merah, dibalut dengan jilbab. Wanita itu terlihat sangat anggun.
“Windy...”,
katanya lirih. Dia memelukku, tanpa memperdulikan sekitar. Aku hanya termenung,
seakan teringat masa-masa indah yang pernah kami alami dulu.
“Gama...”
kataku ragu. Penyakit kanker otak membuat melupakan banyak hal, kecuali
kenangan kami yang seakan kusimpan bukan diotak melainkan dihati.
Aku
melihatnya sangat bahagia, yang seakan menyejukkan hatiku. Rasanya seperti daun
mint. Terggambar jelas dimatanya ia sangat merindukanku.
“
Begitukah sahabat, saat aku membutuhkanmu kamu malah pergi tanpa mengabariku”
katanya lirih.
“Waktu
itukan kamu sudah ada Citra. Dan aku saat harus mengejar sesuatu, dan yang aku
kejar sudah dapat, jadi aku kembali”,kataku
“Inii
... Ciiiitraa yaa??” ujarku ragu.
“Iyaaa
kak”, kata wanita itu dengan kelembutan sisi kewanitaannya.
“Waah,
awet yaa Gama sama Citra” ledekku.
“Iyaa,
ndy. Ini semua juga berkat kamu. Bulan depan, kami akan bertunangan” ujar pria
itu yang terlalu pandai melukai hatiku, setelah 2 tahun aku berusaha keras
melupakannya.
“Ohh
yaaa??? “ kataku terkejut.
“Iya
pokoknya kakak harus datang yaa, demi Mas Gama!!” ujarnya Citra.
Aku
hanya tersenyum yang berarti mengiyakan.
***
Seminggu
di Indonesia aku sempatkan untuk berjalan-jalan dengan kedua orang spesial. Ibu
dan bapakku, mereka terlihat sangat bahagia, dan begitu menyayangiku.
***
Hari ini adalah hari pertunangan
Gama, tapi sudah beberapa hari ini kesehatanku memburuk. Demi sahabat, aku rela
mengabaikan kesehatanku. Aku datang ke acara pesta yang meriah itu dengan
menggunakan setelan baju dari bingbang yang nampak serasi denganku. Acara pesta
itu, lebih tepatnya disebut sebagai acra reuni. Semua berkumpul di acara itu.
Sampai larut malam kami menggila, aku menari-nari tarian salsa dengan
teman-temanku. Saat itulah aku merasa sangat bahagia, dan seakan menikmati indahnya
hidup dan persahabatan yang sebentar lagi tak bisa kunikmati.
Tarian itu membuat aku terlalu
lelah. Keringat dingin terlalu banyak mengucur, tenggorokanku sudah merasa
tidak enak, dan kepalaku mulai merasakan pusing yang tidak biasa, menyebabkan
pandanganku kabur. Setelah menari-nari diputaran terakhir, aku tidak ingat
apa-apa lagi. Begitu aku bangun, aku hanya melihat semuanya putih. Mungkin aku
sudah di Surga. Perlahan kubuka mataku. Samar-samar dan mulai jelas. Wajah ibu
yang pertama aku lihat, kemudian Gama, Citra, dan sahabat-sahabatku. Aku merasa
takut. Ternyata aku dirumah sakit. Kata mereka aku tadi pingsan. Aku mencoba
mencari tangan ibuku dan menggenggamnya kuat-kuat. Didalam hati aku sudah
merasa ini sudah menjelang saatnya aku pergi.
“Maf
ya semuanya, aku merepotkan kalian, jaga diri kalian baik-baik”, kataku lemah.
Mereka hanya terlihat menunduk. Terlihat sangat sedih.
“Gama..
Citra, kalian baik-baik yaa, cepet nikah dan punya anak”
Hingga
saat ini, Gama belum tahu tentang perasaan diam-diamku. Aku tak menyesalinya.
Karna aku mau, dia menyadarinya sendiri atau mengetahuinya dari ku langsung.
***
Hari
ini adalah hari Rabu. Rintik-rintik hujan mulai turun melambangkan duka.
Bertepatan dengan hari kematian Windy yang pergi dengan tenang, dipelukan
ibunya, disamping Gama, ayahnya dan sahabat-sahabatnya. Dia tersenyum. Seakan
merasakan kedamaian, yang dia impian. Windy menghadap Tuhan yang selalu
menyayanginya.
Ibu
dan ayahnya terlihat sangat tegar atas kepergian Windy anak tunggalnya, begitu
juga Mama Gama yang terlihat sangat tabah melihat Windy yang sudah dianggapnya
sebagai anak sendiri telah pergi menghadap yang kuasa.
Setelah
pemakaman sore itu, Ibu Windy menyerahkan pesan terakhir Windy berupa surat
berpita merah. Perlahan gama membuka dan membacanya.Terlihat surat itu ditulis 2
tahun lalu.
Rabu,
09 November 2009
Untuk
sahabatku Gama,
Aku
cinta diam-diam mu.
Udah
lama aku jatuh cinta sama seseorang bernama Gama Erlangga, yang kala itu
mengatakan senyumku manis, yang
mengatakan aku bagaikan planet Mars. Aku jatuh cinta padanya dipinggir lapangan
basket sekolah, dibawah guyuran hujan. Aku suka hujan, karna selalu
mengingatkanku tentang Gama.
Gama
ternyata menyukai seseorang bernama Citra. Mereka cocok. Dan aku menginginkan
keduanya bahagia. Sebelum aku pergi, aku pernah mengatakan pada Tuhan ::
“Tuhan, kalau aku terlahir kembali aku mau Gama seutuhnya menjadi milikku.
Amin” begitu doaku. Tapi aku lebih senang kalau Citra yang memiliki Gama.
Semoga Kalian bahagia. Doaku selalu bersama kalian.
Windy
Rianti
Gama
tak kuat untuk tidak menitihkan air mata. Sahabatnya yang dulu kini telah
tiada. Sahabat yang tak mau jujur tentang perasaannya.
***
Kabar
duka itu, sudah 5 Tahun lalu berlalu. Sosoknya sudah tidak ada, namun Windy
akan tetap menjadi seseorang yang membekas dihati semua sahabatnya.
Kabar
gembira datang dari Gama dan Citra yang telah melangsungkan pernikahannya. Dan
telah menjadi keluarga kecil yang bahagia dengan seorang anak perempuan cantik
yang mereka beri nama Windy.
Bagi
Gama, sosok Windy sahabatnya telah menjadi Planet Mars. Impian Windy juga telah
terkabul, karena ia telah terlahir kembali menjadi Windy kecil yang bisa
memiliki ayahnya (Gama) seutuhnya. J
Benar
kata Windy bahwa Pada akhirnya cinta diam-diam hanya bisa mendoakan dan
menerima.
like it. buat nangis :'(
BalasHapusterus berjuang tuk menghasilkan karya-karya yang mengagumka best :))
terima kasih agung sahabatku yang selalu supoort :)
BalasHapusHehehe, makasih untuk meweknyaa. Air mata lo berharga bangett :)
diah~~ aku nangis T.T
BalasHapustanggung jawab!! /loh??
Suka~
gaya tulisannya itu loh :*
ditunggu cerita2 selanjutnya~~
FIGHTING~~ ^^
Aku merasa seperti membaca kisah diriku sendiri. Terimakasih untuk kisah ini
BalasHapus