Fr (87)
Di
batas senja sore ini aku kembali mengenang warung kecil disudut kota itu. Entah
apa yang menarik dari sana, padahal itu hanya warung tua bergaya arsitektur
cina yang sepertinya lebih cocok untuk tempat nongkrongnya orang tua. Tapi
sepertinya itu tidak berlaku untuk kita, lebih tepatnya kau dan aku. Aku ingat betul setahun yang lalu kita pernah
mengunjungi tempat itu. Mulanya hanya ke isengan ku saja yang selalu tertarik
ingin mengunjungi tempat-tempat baru.
Sore
itu, aku ingat betul aku mengenakan baju putih ini. Bahkan masih terekam jelas
cara mu tertawa dengan gigi jagung mu itu. Saat itu aku memesan secangkir kopi
ong dengan pisang coklat bakar, dan kau memesan kopi tubruk dan seporsi
pancake. Aku ingat bagaimana perasaan bahagia saat itu. Tapi aku tidak tahu hal
apa yang saat ini bisa ku perbuat untuk bahagia seperti dulu. Bukan tidak
mungkin aku bisa tertawa dan mengembangkan senyum bahagia seperti dulu, hanya
saja aku lupa bagaimana caranya. Dengan siapapun aku berada, asalkan menemukan
titik kenyamanan aku bahagia. Tapi bahagia yang seperti apa. Belum pernah aku
merasakan hal yang seperti itu.
Aku
ingat kalau kau adalah teman baikku, tapi selama beberapa tahun terakhir ini, aku
mencoba untuk lupa bahwa kau juga merangkap menjadi cinta pertama ku. Kita tidak
pernah menjalin perasaan dan ikatan yang lebih dari teman, tapi tetap saja aku
menaruh perasaan yang terlalu dalam. Aku menyadari bahwa aku selalu mencoba
membencimu, tapi tetap aku ingat masa-masa bahagia yang pernah dilalui, sesakit
apapun kau telah menyakiti.
Disisi
lain kau yang pernah sangat membuatku bahagia, disisi lain kau juga yang sangat
membuatku terluka, disisi lain aku ingin membencimu, disisi lain juga aku
sangat merindukanmu, bahkan merasa sangat kehilanganmu. Setiap perkataan yang
kau ucapkan bahkan hingga saat ini masih tersimpan baik di otakku. Ini perasaan
yang sulit dimengerti.
Kau
bahkan tidak pernah mengucapkan selamat ulang tahun, dan mengucapkan
harapan-harapanmu. Kau tidak pernah menanyakan apa yang sedang aku lakukan. Kau
juga tidak pernah bertanya apa yang bisa membuatku bahagia, dan sedih. Kau tidak
pernah perduli itu. Tapi tetap saja aku tidak bisa berpaling. Jika orang
memakiku ‘aku adalah orang yang goblok karena terlalu setia menunggumu’. Ya memang,
aku akui akulah orang yang goblok itu. Tapi itu kata hatiku. Kalian tidak bisa
mengerti perasaan yang sulit dijelaskan ini.
Bahkan
jarak yang angkuh memisahkan kita tidak mau berkompromi. Jarak tak mengerti
bagaimana perasaan rinduku. Bagaimana bisa gara-gara kau, aku menyakiti semua
orang yang perduli padaku. Bagaimana bisa aku melakukan hal yang sekonyol itu. Itulah
ke-egoisanku
9
Maret 2013, akhirnya usiaku bertambah 1 tahun. Dan porsi hidupku sudah
berkurang satu, semakin cepat menghadapi kematian. Life must go on with or
without you. Ada orang yang saat ini benar-benar mengerti bagaimana aku. Yang bisa
memahami aku dengan baik melebihi diriku sendiri. Kau hanyalah masa lalu yang
harusnya ku lepaskan. Aku tidak mau menyia-nyiakan orang goblok yang sudah
memilihku ini. Mungkin kau yang selama ini kuinginkan, tapi kau bukanlah
kebutuhanku. Bukan kau yang aku butuhkan. Ada orang lain yang bisa menerima aku
lebih. Dan berani mengambil resiko untuk menjalani serangkaian proses rumit
denganku saat ini. Kau bisa menjadi cinta pertamaku, dan bagian dari hidupku
saat itu. Tapi sekarang aku ingin berproses dengan orang ini.
Fransium,
aku merindukanmu saat ini. Rindu omelanmu, rindu pertemanan kita dulu. Kita bisa
menjadi teman yang baik, tapi bukan untuk menjadi pasangan yang baik. Fransium,
terimakasih telah terlahir kembali. Menjadi pengganti Lintang yang sudah tenang
disana. Terimakasih pernah menjadi bagian hidupku. Fransium aku sudah
mengiklaskanmu untuk menjadi bagian cerita dari kehidupan orang lain. Dan biarkan
aku sekarang berproses dengan orang ini. Fransium, aku mau kita bahagia nantinya.
Walau kau dan aku tidak akan pernah menjadi kita.
-Im Indonesian-
Komentar
Posting Komentar